Friday, October 25, 2019

PEMBELAJARAN BAHASA dalam MASYARAKAT DWIBAHASA


BAB VI
PEMBELAJARAN BAHASA dalam MASYARAKAT DWIBAHASA

RESUME
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia

Semester 3

Dosen Pengampuh
M. Bayu Firmansyah, M.Pd


Disusun Oleh :
Alfa Julia (18188201008)


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
ANGKATAN 18 A
STKIP–STIT PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan 67118

A. PENGERTIAN KEDWIBAHASAAN
Secara umum, dwibahasa adalah orang yang memahami dua bahasa atau lebih. Dalam kedwibahasaan ada batasan-batasan mengandung unsur (a) pemakaian dua bahasa, (b) dapat sama baiknya atau salah satu saja yang lebih baik, (c) pemakaian dapat produktif maupun reseptif, dan dapat oleh seorang individu atau oleh masyarakat. Dengan demikian batasan kedwibahasaan dapat diperbaiki menjadi pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun resptif oleh seorang individu atau oleh masyarakat (Pranowo, 1990).

B. KONTAK DALAM MASYARAKAT DWIBAHASA
Masyarakat Indonesia pada umumnya tergolong masyarakat dwibahasa. Mereka menguasai bahasa pertama (B1) bahasa Daerah dan bahasa kedua (2) bahasa Indonesia. Ada sebagian masyarakat yang multibahasa, yaitu juga menguasai bahasa asing. Setiap bahasa yang bertemu dengan bahasa lain pasti terjadi kontak. MacKey (1968: 554) menjelaskan bahwa kontak bahasa adalah pengaruh bahasa satu kepada bahasa lain baik secara langsung ataupun secara tidak langsung. Akibatnya terjadinya kontak bahasa bagi pemakai bahasa adalah sering timbul  interferensi atau transfer.

Weinreich (1953: 1) mengatakan bahawa interferensi adalah penyimpangan kaidah salah satu bahasa pada seorang dwibahasawan akibat kebiasaan pemakaian bahasa lebih dari satu. Jakobovits (1969) menjelaskan bahwa transfer bahasa pada prinsipnya adalah bahwa pengalaman mempelajari sesuatu pasti akan berpengaruh pada proses belajar berikut. Bahkan Jakobovits menyebutkan adanya  5 unsur dasar yang memungkinkan terjadinya transfer, yaitu :
1) Kemampuan berbahasa pertama,
2) Kemampuan berbahasa kedua,
3) Adanya hubungan antara B1 dengan B2,
4) Keterlibatan B2 di dalam B1, dan
5) Keterlibatan B1 di dalam B2.

Seara teoritis proses transfer dalam bahasa kedua adalah kemampuan berbahasa kedua merupakan fungsi gabungan dari kemampuan berbahasa pertama, keterlibatan bahasa pertama dengan bahasa kedua.

C. TIPOLOGI KEDWIBAHASAAN
Pertama, Weinreich (1953) menunjukkan adanya tiga kedwibahasaan yang dilihat dari derajat atau tingkat penguasaan seseorang terhadap keterampilan berbahasa. (a) Kedwibahasaan majemuk adalah kedwibahasaan yang menujukkan bahwa kemampuan berbahasa salah satu bahasa lebih baik daripada kemampuan berbahasa bahasa yan lain, (b) Kedwibahasaan koordinatif/ sejajajr adalah kedwibahasaan yang menujukkan bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baiknya oleh seorang individu, (c) Kedwibahasaan sub-ordinatif (kompleks) adalah kedwibahasaan yan menunjukkan bahwa seorang individu pada saat memakai B1 sering memasukkan unsur B2 atau sebaliknya.

Kedua, Pohl (dalam Baetens Beardsmore, 1985: 5) menujukkan ada tig atipe kedwibahasaan berdasarkan pada status bahasa dalam masyarakat, yaitu (a) Kedwibahasaan horizontal adalah situas pemakaian dua bahasa yang berbeda, tetapi masing-masing bahasa memiliki status yang sejajar baik dalam situasi resmi, kebudayaan, maupun dalam kehidupan keluarga dari kelompok pemakainya. (b) Kedwibahasan vertikal adalah pemakaian dua bahasa baku atau dialek, baik yang berhubungan atau berpisah, dimiliki oleh seorang penutur. (c) Kedwibahasan diagonal adalah pemakaian dua bahasa dialek atau tidak baku secara bersama-sama, teetapi keduanya tidak memiliki hubungan secara genetik dengan bahasa baku yang dipakai oleh masyarakat itu.

Ketiga, Arsenan (dalam Baetens Beardsmore, 1985) mengklasifikasikan kedwibahasaan menjadi dua, (a) Kedwibahasaan produktif atau kedwibahasaan aktif atau simetrik yaitu pemakaian dua bhaasa oleh seorang individu terhadap seluruh aspek keterampilan berbahasa. (b) Kedwibahasaan resptif atau pasif atau simetrik adalah pemakaian dua bahasa oleh seorang individu yang hanya terbtas pada aspek membaca dan menyimak saja.

D. FENOMENA BAHASA ANTARA
Bahasa antara adalah bahasa yang dihasilkan oleh seorang pembelajar yang sedang dalam proses menguasai B2. Pada tahap awal, bahasa natara pembelajar  B2 masih didominasi pemakain kode B1 secara perlahan-lahan, lama-kelamaan  pemakian bahasanya akan mencapai titik penguasaan koordinatid B1 dengan B2. Interferensi adalah kesulitan tambahan dalam proses menguasai bunyi, kata atau konstruksi bahasa kedua sebagai akibat adanya perbedaan antara B1 dan B2 sehingga kebiasaan ber-B1 terbawa ke dalam ber-B2, atau sebaliknya.

Alih kode merupakan suatu proses peralihan dari kode bhasa yang satu ke kode bahasa lian. Fenomena ini didasari pemakainnya oleh dwibahasawan dengan tujuan-tujuan tertentu. Ada dua macam alih kode yaitu (a) Alih kode sementara biasanya terjadi apabila pemakai bahasa sedang mensitir kalimat B2 ketika sedang ber-B1, atau sebaliknya; atau pemakai bahasa sedang mengalihkan perhatian pada orang lain, sedang mendidik, sedang  berpraktik ber-B2 ataupun sedang bersandiwara (Soepomo, 1978: 25-30). (b) Alih kode permanen terjadi karena perubahan relasi antar pembicara dengan mitra bicara (Soepomo. 1978: 31-32).

E. PERMASALAHAN DALAM PBI
Penentuan materi pelajaran yang disusun dan dikembangkan dalam kurikulum pengajaran bahasa Indonesia, sellau hanya bertumpu pada keadaan yang ada pada bahasa Indonesia itu sendiri. Strategi macam ini dapat dimaklumi karena teori pengembangan kurikulum BI selalu mengacu pada teori pengembangan kurikulum bahasa asing yang kadang-kadang hanya bertolak pada pengajaran bahasa pertama karena masyarakatnya monolingual.

Apabila kita menyadari bahwa masyarakat Indonesia sebagian besar merupakan masyarakat dwibahasa, pengajaran bahasa Indonesia harus direncanakan dan susunan dengan mempertimbangkan situasi kebahasaan dan situasi masyarakat pemakai bahasa yang akan dijadikan sasaran pengjarannya.

F. PENGUKURAN KEWDIBAHASAAN
Pengukuran kedwibahasaan dapat dilakukan dari berbagai aspek. MacKey (1956) mengemukakan dilakukan melalui beberapa aspek, (a) Aspek tingkat dapat dilakukan dengan mengamati kemampuan memakai unsur-unsur bahasa, seperti fonologi, sintaksis, leksikon serta ragam bahasa. (b) Aspek fungsi dapat dilakukan melalui kemampuan pemakaian dua bahasa yang dimiliki sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertetu. Ada dua faktor penting yang harus diperhatikan dalam penukuran kedwibahasaan dari segi fungsi yaitu faktor internal adalah faktor yan mneyangkut pemkaian bahasa secara internal. Faktor Internal yaitu faktor di luar pemakaian bahasa.

(c) Aspek pergantian yaitu pengukuran terhadap seberapa jauh pemakain bahasa mampu berganti dari satu bhaasa ke bahasa lain. (d) Aspek Interferensi yaitu pengukuran terhadap kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh terbawanya kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa pertama terhadap kegiatan bahasa atau dialek bahasa kedua.

DAFTAR PUSTAKA
Pranowo. 2015, Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Belajar

No comments:

Post a Comment