BAB VI
PEMBELAJARAN BAHASA dalam MASYARAKAT DWIBAHASA
RESUME
Diajukan untuk memenuhi
Tugas Mata Kuliah
Metode Pembelajaran Bahasa
Indonesia
Semester 3
Dosen Pengampuh
M. Bayu Firmansyah, M.Pd
Disusun Oleh :
Alfa Julia (18188201008)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA
DAN SASTRA INDONESIA
ANGKATAN 18 A
STKIP–STIT PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara
No. 27-29 Pasuruan 67118
A.
PENGERTIAN KEDWIBAHASAAN
Secara umum, dwibahasa adalah orang yang memahami dua
bahasa atau lebih. Dalam kedwibahasaan ada batasan-batasan mengandung unsur (a)
pemakaian dua bahasa, (b) dapat sama baiknya atau salah satu saja yang lebih
baik, (c) pemakaian dapat produktif maupun reseptif, dan dapat oleh seorang
individu atau oleh masyarakat. Dengan demikian batasan kedwibahasaan dapat
diperbaiki menjadi pemakaian dua bahasa
secara bergantian baik secara produktif maupun resptif oleh seorang individu
atau oleh masyarakat (Pranowo, 1990).
B. KONTAK DALAM MASYARAKAT DWIBAHASA
Masyarakat Indonesia pada umumnya tergolong masyarakat
dwibahasa. Mereka menguasai bahasa pertama (B1) bahasa Daerah dan bahasa kedua
(2) bahasa Indonesia. Ada sebagian masyarakat yang multibahasa, yaitu juga
menguasai bahasa asing. Setiap bahasa yang bertemu dengan bahasa lain pasti terjadi
kontak. MacKey (1968: 554) menjelaskan bahwa kontak bahasa adalah pengaruh
bahasa satu kepada bahasa lain baik secara langsung ataupun secara tidak
langsung. Akibatnya terjadinya kontak bahasa bagi pemakai bahasa adalah sering
timbul interferensi atau transfer.
Weinreich (1953: 1) mengatakan bahawa interferensi adalah
penyimpangan kaidah salah satu bahasa pada seorang dwibahasawan akibat
kebiasaan pemakaian bahasa lebih dari satu. Jakobovits (1969) menjelaskan bahwa
transfer bahasa pada prinsipnya adalah bahwa pengalaman mempelajari sesuatu
pasti akan berpengaruh pada proses belajar berikut. Bahkan Jakobovits
menyebutkan adanya 5 unsur dasar yang
memungkinkan terjadinya transfer, yaitu :
1) Kemampuan berbahasa pertama,
2) Kemampuan berbahasa kedua,
3) Adanya hubungan antara B1 dengan B2,
4) Keterlibatan B2 di dalam B1, dan
5) Keterlibatan B1 di dalam B2.
Seara teoritis proses transfer dalam bahasa kedua adalah
kemampuan berbahasa kedua merupakan fungsi gabungan dari kemampuan berbahasa
pertama, keterlibatan bahasa pertama dengan bahasa kedua.
C. TIPOLOGI
KEDWIBAHASAAN
Pertama, Weinreich
(1953) menunjukkan adanya tiga kedwibahasaan yang dilihat dari derajat atau
tingkat penguasaan seseorang terhadap keterampilan berbahasa. (a) Kedwibahasaan
majemuk adalah kedwibahasaan yang menujukkan bahwa kemampuan berbahasa salah
satu bahasa lebih baik daripada kemampuan berbahasa bahasa yan lain, (b)
Kedwibahasaan koordinatif/ sejajajr adalah kedwibahasaan yang menujukkan bahwa
pemakaian dua bahasa sama-sama baiknya oleh seorang individu, (c) Kedwibahasaan
sub-ordinatif (kompleks) adalah kedwibahasaan yan menunjukkan bahwa seorang
individu pada saat memakai B1 sering memasukkan unsur B2 atau sebaliknya.
Kedua, Pohl
(dalam Baetens Beardsmore, 1985: 5) menujukkan ada tig atipe kedwibahasaan
berdasarkan pada status bahasa dalam masyarakat, yaitu (a) Kedwibahasaan
horizontal adalah situas pemakaian dua bahasa yang berbeda, tetapi
masing-masing bahasa memiliki status yang sejajar baik dalam situasi resmi,
kebudayaan, maupun dalam kehidupan keluarga dari kelompok pemakainya. (b)
Kedwibahasan vertikal adalah pemakaian dua bahasa baku atau dialek, baik yang
berhubungan atau berpisah, dimiliki oleh seorang penutur. (c) Kedwibahasan
diagonal adalah pemakaian dua bahasa dialek atau tidak baku secara
bersama-sama, teetapi keduanya tidak memiliki hubungan secara genetik dengan
bahasa baku yang dipakai oleh masyarakat itu.
Ketiga, Arsenan
(dalam Baetens Beardsmore, 1985) mengklasifikasikan kedwibahasaan menjadi dua,
(a) Kedwibahasaan produktif atau kedwibahasaan aktif atau simetrik yaitu
pemakaian dua bhaasa oleh seorang individu terhadap seluruh aspek keterampilan
berbahasa. (b) Kedwibahasaan resptif atau pasif atau simetrik adalah pemakaian
dua bahasa oleh seorang individu yang hanya terbtas pada aspek membaca dan
menyimak saja.
D. FENOMENA
BAHASA ANTARA
Bahasa antara adalah bahasa yang dihasilkan oleh seorang
pembelajar yang sedang dalam proses menguasai B2. Pada tahap awal, bahasa
natara pembelajar B2 masih didominasi
pemakain kode B1 secara perlahan-lahan, lama-kelamaan pemakian bahasanya akan mencapai titik
penguasaan koordinatid B1 dengan B2. Interferensi adalah kesulitan tambahan
dalam proses menguasai bunyi, kata atau konstruksi bahasa kedua sebagai akibat
adanya perbedaan antara B1 dan B2 sehingga kebiasaan ber-B1 terbawa ke dalam
ber-B2, atau sebaliknya.
Alih kode merupakan suatu proses peralihan dari kode
bhasa yang satu ke kode bahasa lian. Fenomena ini didasari pemakainnya oleh
dwibahasawan dengan tujuan-tujuan tertentu. Ada dua macam alih kode yaitu (a)
Alih kode sementara biasanya terjadi apabila pemakai bahasa sedang mensitir
kalimat B2 ketika sedang ber-B1, atau sebaliknya; atau pemakai bahasa sedang
mengalihkan perhatian pada orang lain, sedang mendidik, sedang berpraktik ber-B2 ataupun sedang bersandiwara
(Soepomo, 1978: 25-30). (b) Alih kode permanen terjadi karena perubahan relasi
antar pembicara dengan mitra bicara (Soepomo. 1978: 31-32).
E.
PERMASALAHAN DALAM PBI
Penentuan materi pelajaran yang disusun dan dikembangkan
dalam kurikulum pengajaran bahasa Indonesia, sellau hanya bertumpu pada keadaan
yang ada pada bahasa Indonesia itu sendiri. Strategi macam ini dapat dimaklumi
karena teori pengembangan kurikulum BI selalu mengacu pada teori pengembangan
kurikulum bahasa asing yang kadang-kadang hanya bertolak pada pengajaran bahasa
pertama karena masyarakatnya monolingual.
Apabila kita menyadari bahwa masyarakat Indonesia
sebagian besar merupakan masyarakat dwibahasa, pengajaran bahasa Indonesia harus
direncanakan dan susunan dengan mempertimbangkan situasi kebahasaan dan situasi
masyarakat pemakai bahasa yang akan dijadikan sasaran pengjarannya.
F.
PENGUKURAN KEWDIBAHASAAN
Pengukuran kedwibahasaan dapat dilakukan dari berbagai
aspek. MacKey (1956) mengemukakan dilakukan melalui beberapa aspek, (a) Aspek
tingkat dapat dilakukan dengan mengamati kemampuan memakai unsur-unsur bahasa,
seperti fonologi, sintaksis, leksikon serta ragam bahasa. (b) Aspek fungsi
dapat dilakukan melalui kemampuan pemakaian dua bahasa yang dimiliki sesuai
dengan kepentingan-kepentingan tertetu. Ada dua faktor penting yang harus
diperhatikan dalam penukuran kedwibahasaan dari segi fungsi yaitu faktor internal adalah faktor yan
mneyangkut pemkaian bahasa secara internal. Faktor Internal yaitu faktor di luar pemakaian bahasa.
(c) Aspek pergantian yaitu pengukuran terhadap seberapa
jauh pemakain bahasa mampu berganti dari satu bhaasa ke bahasa lain. (d) Aspek
Interferensi yaitu pengukuran terhadap kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh
terbawanya kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa pertama terhadap
kegiatan bahasa atau dialek bahasa kedua.
DAFTAR PUSTAKA
Pranowo. 2015, Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta:
Pustaka Belajar
No comments:
Post a Comment