Tuesday, October 29, 2019

ANALISIS KESALAHAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA


BAB VII
ANALISIS KESALAHAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

RESUME
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia

Semester 3

Dosen Pengampuh
M. Bayu Firmansyah, M.Pd

 

Disusun Oleh :
Alfa Julia (18188201008)


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
ANGKATAN 18 A
STKIP–STIT PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan 67118

A. PENGERTIAN KESALAHAN BERBAHASA
Kesalahan berbahasa adalah penyimpangan kaidah dalam pemakaian bahasa. Kesalahan yang dilakukan anak kecil disebut errors (silap). Kesalahan yang dilakukan oleg orang dewasa (yang sudah menguasai bahasa pertama) disebut mistake (kesalahan). Anak kecil yang yang akan mempelajari bahasa asing tetapi dia belum pubertas, para ahli menyebutnya penyimpangan pemerolehan (acquisition). Usaha untuk membantu tercapainya tujuan belajar bahasa pembelajar adalah mengetahui sebab-sebab dan cara mengatasi kekeliruan-kekeliruan berbahasa yang mereka lakukan.

B. BAHASA ANTARA BUKAN KESLAAHAN BERBAHASA
Bahasa antara merupakan bahasa yang dihasilkan oleh seseorang yang sedang dalam proses menguasai bahasa kedua. Ciri utama bahasa antara adalah adanya penyimpangan struktur lahir dalam bentuk kesilapan berbahasa. Kesilapan-kesilapan itu bersifat sistemis dan terjadi pada setiap orang yang berusaha menguasai bahasa kedua.

Menurut Corder (1971), Salah (mistake) adalah penyimpangan struktur lahir yang terjadi karena penutur tidak mampu menentukan pilihan penggunaan ungkapan yang tepat sesuai dengan situasi yang ada. Selip (lapses) merupakan penyimpangan bentuk lahir karena beralihnya pusat perhatian topik pembicaraan secara sesaat. Kesalahan berbahasa yang disebut “selip” disebabkan oleh faktor non-lingual, seperti kelelahan, kehilangan konsentrasi, tergesa-gesa dan sebagainya. Silap (errors) merupakan penyimpangan bentuk lahir dari struktur baku yang terjadi karena pemakai belum menguasai sepenuhnya kaidah bahasa. Faktor yang menyebabkan timbulnya kesilapan adalah faktir kebahasaan yang mengikuti pola-pola tertentu.

Kesalahaan berbahasa yang disebut mistake terjadi secara tidak sistematis. Corder menyebutnya dengan istilah errors of perfomance. Permasalahan kesilapan adalah permasalahan bahasa antara . konsep bahasa antara sama dengan konsep interlanguange (Selinker, 1972), idiosyncratic dialect (Corner, 1971), approximative system (Nemser, 1971) atau transitional competence (Richards, 1971).

Data-data yang dipakai untuk mengamati bahasa antara pembelajar adalah data yang ada relevansinya dengan bahasa antara itu sendiri, yaitu: (a) ujaran bahasa asli penutur yang dihasilkan oleh pembelajar, (b) ujaran bahasa antara yang dihasilkan oleh pembelajar, dan (c) ujaran bahasa sasaran (B2) yang dihasilkan oleh penutur asli bahasa. Data inilah yang dapat digunakan untuk mempelajari psikologi belajar bahasa pembeljaar dengan cara mengidentifikasi bahasa antara pembelajar (Selinker, 1972).

C. SEBAB TERJADINYA KESALAHAN DALM PROSES BELAJAR BAHASA
Proses sentral adalah proses belajar bahasa kedua atau baahasa asing yang terjadi pada sistem kognisi pembelajar. Selinker (1972) menyebutkan lima proses sentral yan terjadi pada bahasa antara pembelajaran, yaitu :
a. Transfer bahasa sebagai kesilapan yang terjadi karena pemindahan unsur-unsur bahasa pertama yang telah memfosil ke dalam bahasa kedua.
b. Transfer of training sebagai kesilapan karena prosedur pengajaran.
c. Strategi belajar B2 dapat menimbulkan kesilapan karena pendekatan yang dilkaukan oleh pembelajar terhadap materi kaidah bahasa kedua yang sedang dipelajari.
d. Strategi komunikasi sebagai kesilapan yang terjadi karena pendekatan yang dilakukan oleh pembelajar dalam komunikasi dengan orang lain/penutur asli.
e. Over generalization sebagai kesilapan yang disebabkan oleh generalisasi yang berlebihan.

Richards (1973) mengidentifikasikan proses sentral bahasa antara pembelajar ini menjadi dua yaitu :
a. Kesilapan interlingual sebagai kesilpaan yang terjadi karena pengaruh bahasa ibu.
b. Kesilapan intralingual sebagai kesilapan yang terjadi karena komplekkitas bahasa kedua yang dipelajari. Dikategorikan menjadi empat, yaitu : Over generalization, Ignorance of rule restriction, Incomplate application of rules, dan False concept hypothesized.

Piet Corder (1973) menyebutkan ada tiga proses sentral, yaitu :
a. Karena transfer, kesilapan karena pengaruh bahasa ibu.
b. Analogi atau generalisasi secara berlebihan dalam menerapkan kaidah bahasa yang sedang dipelajari dalam konteks yang keliru.
c. Karena pengajaran yang salah yaitu kurang efisiennya proses pengajaran, bahasa kedua baik yang menyangkut materi, teknik maupun metodologi pengajaran.

Tayler (1975) mengidentifikasi kesilapan ini menjadi lima, yaitu :
a. Generalisasi yang berlebihan.
b. Transfer.
c. Terjemahan (kesilpaan yang menyebabkan berubahnya jawaban yang dikehendaki)
d. Kesilapan yang tidak diketahui penyebabnya.
e. Kesilapan yang tidak perlu dipertimbangkan (dalam Huda, 1981).

Dulay dan Burt (1982) dalam bukunya yang berjudul Language Two mengemukakan bahwa kesilapan (mereka memakai istilah goofing) berdasarkan struktur lainnya dikategorikan menjadi empat yaitu :
a. Kesimpulan yang mencerminkan struktur bahasa ibu tetapi struktur tidak dapat ditemukan pada data pemerolehan B1 dalam B2 (inference like goof).
b. Kesilapan yang mencerminkan struktur B2, tetapi strukturnya dapat ditemukan pada data pemerolehan B1 dan B2 (L1 developmental goof).
c. Kesilapan yang struktur lahirnya tidak dapat dikategorikan pada salah satu struktur B1 dan B2 (ambigous goof).
d. Kesilapan, yang tidak mencerminkan struktur B1 dan strukturnya tidak dapat dikemukan pada data pemerolehan B1 dan B2 (unique goof).

D. LANGKAH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA
Pertama, tahap mengenal kalimat-kalimat idiosinkretik. Kedua, mendeskripsikan bahasa antara berdasarkan pasangan-pasangan kalimat yang baik dan jelek strukturnya di atas tadi. Metode yang disampaikan  pada dasarnya adalah metode perbandingan dwibahasa. Ketiga, penjelasan.

E. IMPLIKASI AKs DALAM PBI
Sebab-sebab terjadinya kesalahan dalam PBI adalah (1) pengertian yang kacau, (2) interferensi, (3) karena logika yang belum masak, (4) karena analogi, (5) sikap sembrono (Soepomo, 1977).
Banyak peneliti bahasa dan guru bahasa belum mampu mengidentifikasi sebab-sebab kesalahan serta seberapa tingkat kesalahan yang diperbuat oleh pembelajar dalam berbahasa.

Bertolak dari teori-teori dasar analisis “bahasa antara” melalui analisis kesalahan serta berbagai sebab terjasinya, kiranya analisis kesalahan dapat diterapkan untuk meningkatkan keberhasilan pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Argumen-argumen yang di kemukakan antara lain :
a. Masyarakat Indonesia yang kebanyakan dwibahasawan dengan B1 berupa BD memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan kesalahan ber-BI.
b. Kemungkinan timbulnya kesulitan guru untuk menerapkan analisis kesalahan dalam pengajaran bahasa (BI) sangat kecil karena semua guru menguasai BI secara baik sedang seandainya guru tidak menguasai B1, pembelajaran idak akan kesulitan untuk mendapatkan bantuan penutur asli.
c. Pembelajaran-pembelajaran kebanyakan bukan orang yang asing sama sekali dengan BI sehingga kemungkinan keberhasilannya jauh lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA
Pranowo. 2015, Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Friday, October 25, 2019

PEMBELAJARAN BAHASA dalam MASYARAKAT DWIBAHASA


BAB VI
PEMBELAJARAN BAHASA dalam MASYARAKAT DWIBAHASA

RESUME
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia

Semester 3

Dosen Pengampuh
M. Bayu Firmansyah, M.Pd


Disusun Oleh :
Alfa Julia (18188201008)


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
ANGKATAN 18 A
STKIP–STIT PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan 67118

A. PENGERTIAN KEDWIBAHASAAN
Secara umum, dwibahasa adalah orang yang memahami dua bahasa atau lebih. Dalam kedwibahasaan ada batasan-batasan mengandung unsur (a) pemakaian dua bahasa, (b) dapat sama baiknya atau salah satu saja yang lebih baik, (c) pemakaian dapat produktif maupun reseptif, dan dapat oleh seorang individu atau oleh masyarakat. Dengan demikian batasan kedwibahasaan dapat diperbaiki menjadi pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun resptif oleh seorang individu atau oleh masyarakat (Pranowo, 1990).

B. KONTAK DALAM MASYARAKAT DWIBAHASA
Masyarakat Indonesia pada umumnya tergolong masyarakat dwibahasa. Mereka menguasai bahasa pertama (B1) bahasa Daerah dan bahasa kedua (2) bahasa Indonesia. Ada sebagian masyarakat yang multibahasa, yaitu juga menguasai bahasa asing. Setiap bahasa yang bertemu dengan bahasa lain pasti terjadi kontak. MacKey (1968: 554) menjelaskan bahwa kontak bahasa adalah pengaruh bahasa satu kepada bahasa lain baik secara langsung ataupun secara tidak langsung. Akibatnya terjadinya kontak bahasa bagi pemakai bahasa adalah sering timbul  interferensi atau transfer.

Weinreich (1953: 1) mengatakan bahawa interferensi adalah penyimpangan kaidah salah satu bahasa pada seorang dwibahasawan akibat kebiasaan pemakaian bahasa lebih dari satu. Jakobovits (1969) menjelaskan bahwa transfer bahasa pada prinsipnya adalah bahwa pengalaman mempelajari sesuatu pasti akan berpengaruh pada proses belajar berikut. Bahkan Jakobovits menyebutkan adanya  5 unsur dasar yang memungkinkan terjadinya transfer, yaitu :
1) Kemampuan berbahasa pertama,
2) Kemampuan berbahasa kedua,
3) Adanya hubungan antara B1 dengan B2,
4) Keterlibatan B2 di dalam B1, dan
5) Keterlibatan B1 di dalam B2.

Seara teoritis proses transfer dalam bahasa kedua adalah kemampuan berbahasa kedua merupakan fungsi gabungan dari kemampuan berbahasa pertama, keterlibatan bahasa pertama dengan bahasa kedua.

C. TIPOLOGI KEDWIBAHASAAN
Pertama, Weinreich (1953) menunjukkan adanya tiga kedwibahasaan yang dilihat dari derajat atau tingkat penguasaan seseorang terhadap keterampilan berbahasa. (a) Kedwibahasaan majemuk adalah kedwibahasaan yang menujukkan bahwa kemampuan berbahasa salah satu bahasa lebih baik daripada kemampuan berbahasa bahasa yan lain, (b) Kedwibahasaan koordinatif/ sejajajr adalah kedwibahasaan yang menujukkan bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baiknya oleh seorang individu, (c) Kedwibahasaan sub-ordinatif (kompleks) adalah kedwibahasaan yan menunjukkan bahwa seorang individu pada saat memakai B1 sering memasukkan unsur B2 atau sebaliknya.

Kedua, Pohl (dalam Baetens Beardsmore, 1985: 5) menujukkan ada tig atipe kedwibahasaan berdasarkan pada status bahasa dalam masyarakat, yaitu (a) Kedwibahasaan horizontal adalah situas pemakaian dua bahasa yang berbeda, tetapi masing-masing bahasa memiliki status yang sejajar baik dalam situasi resmi, kebudayaan, maupun dalam kehidupan keluarga dari kelompok pemakainya. (b) Kedwibahasan vertikal adalah pemakaian dua bahasa baku atau dialek, baik yang berhubungan atau berpisah, dimiliki oleh seorang penutur. (c) Kedwibahasan diagonal adalah pemakaian dua bahasa dialek atau tidak baku secara bersama-sama, teetapi keduanya tidak memiliki hubungan secara genetik dengan bahasa baku yang dipakai oleh masyarakat itu.

Ketiga, Arsenan (dalam Baetens Beardsmore, 1985) mengklasifikasikan kedwibahasaan menjadi dua, (a) Kedwibahasaan produktif atau kedwibahasaan aktif atau simetrik yaitu pemakaian dua bhaasa oleh seorang individu terhadap seluruh aspek keterampilan berbahasa. (b) Kedwibahasaan resptif atau pasif atau simetrik adalah pemakaian dua bahasa oleh seorang individu yang hanya terbtas pada aspek membaca dan menyimak saja.

D. FENOMENA BAHASA ANTARA
Bahasa antara adalah bahasa yang dihasilkan oleh seorang pembelajar yang sedang dalam proses menguasai B2. Pada tahap awal, bahasa natara pembelajar  B2 masih didominasi pemakain kode B1 secara perlahan-lahan, lama-kelamaan  pemakian bahasanya akan mencapai titik penguasaan koordinatid B1 dengan B2. Interferensi adalah kesulitan tambahan dalam proses menguasai bunyi, kata atau konstruksi bahasa kedua sebagai akibat adanya perbedaan antara B1 dan B2 sehingga kebiasaan ber-B1 terbawa ke dalam ber-B2, atau sebaliknya.

Alih kode merupakan suatu proses peralihan dari kode bhasa yang satu ke kode bahasa lian. Fenomena ini didasari pemakainnya oleh dwibahasawan dengan tujuan-tujuan tertentu. Ada dua macam alih kode yaitu (a) Alih kode sementara biasanya terjadi apabila pemakai bahasa sedang mensitir kalimat B2 ketika sedang ber-B1, atau sebaliknya; atau pemakai bahasa sedang mengalihkan perhatian pada orang lain, sedang mendidik, sedang  berpraktik ber-B2 ataupun sedang bersandiwara (Soepomo, 1978: 25-30). (b) Alih kode permanen terjadi karena perubahan relasi antar pembicara dengan mitra bicara (Soepomo. 1978: 31-32).

E. PERMASALAHAN DALAM PBI
Penentuan materi pelajaran yang disusun dan dikembangkan dalam kurikulum pengajaran bahasa Indonesia, sellau hanya bertumpu pada keadaan yang ada pada bahasa Indonesia itu sendiri. Strategi macam ini dapat dimaklumi karena teori pengembangan kurikulum BI selalu mengacu pada teori pengembangan kurikulum bahasa asing yang kadang-kadang hanya bertolak pada pengajaran bahasa pertama karena masyarakatnya monolingual.

Apabila kita menyadari bahwa masyarakat Indonesia sebagian besar merupakan masyarakat dwibahasa, pengajaran bahasa Indonesia harus direncanakan dan susunan dengan mempertimbangkan situasi kebahasaan dan situasi masyarakat pemakai bahasa yang akan dijadikan sasaran pengjarannya.

F. PENGUKURAN KEWDIBAHASAAN
Pengukuran kedwibahasaan dapat dilakukan dari berbagai aspek. MacKey (1956) mengemukakan dilakukan melalui beberapa aspek, (a) Aspek tingkat dapat dilakukan dengan mengamati kemampuan memakai unsur-unsur bahasa, seperti fonologi, sintaksis, leksikon serta ragam bahasa. (b) Aspek fungsi dapat dilakukan melalui kemampuan pemakaian dua bahasa yang dimiliki sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertetu. Ada dua faktor penting yang harus diperhatikan dalam penukuran kedwibahasaan dari segi fungsi yaitu faktor internal adalah faktor yan mneyangkut pemkaian bahasa secara internal. Faktor Internal yaitu faktor di luar pemakaian bahasa.

(c) Aspek pergantian yaitu pengukuran terhadap seberapa jauh pemakain bahasa mampu berganti dari satu bhaasa ke bahasa lain. (d) Aspek Interferensi yaitu pengukuran terhadap kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh terbawanya kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa pertama terhadap kegiatan bahasa atau dialek bahasa kedua.

DAFTAR PUSTAKA
Pranowo. 2015, Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Saturday, October 19, 2019

ANALISIS KONTRASTIF (AK) DALAM PEMBELJARAN BAHASA


 BAB V
ANALISIS KONTRASTIF (AK) DALAM PEMBELJARAN BAHASA

RESUME
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia

Semester 3

Dosen Pengampuh
M. Bayu Firmansyah, M.Pd

  
Disusun Oleh :
Alfa Julia (18188201008)


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
ANGKATAN 18 A
STKIP–STIT PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan 67118

A.   MEMAHAMI AK
Hambatan dalam penggunaan B2 adalah tercampurnya sistem bahasa pertama B1 dengan sistem B2. Manusia memperoleh bahasa melalui proses yang sangat kompleks. Faktor-faktor yang terlibat dalam proses penguasaan bahasa adalah berupa bunyi, sistem bunyi dan struktur gramatik yang dipakai sebagai sarana agar fungsi komunikatif dapat berlangsung dan faktor sistem bahasa (berupa unit-unit dan struktur kebahasaan). Faktor-faktor psikologi adalah :
a.   Pemerolehan B2,
b.   Hakikat belajar (baik menurut pandangan kaum behavirois maupun kaum kognitiv),
c.   Faktor kepribadian,
d.   Dimensi-dimensi sosiokultural (Brown, 1980)
Fries (1945) mengajukan hipotensi bahwa materi pengajaran yang paling efektif dalam proses mengusai B2 adalah materi yang didasarkan pada deskripsi secara menegani bahasa target yang akan dipelajari dan kemudian dibandingkan dengan bahasa ibu. Tori Chomsky (1968) mengenal kesemestaan bahasa dan teori tentang struktur batin bahasa , AKA seaakan mendapat dukungan akan kebenaran teorinya.

Ronald Wardhaugh (1970) dalam paper kecilnya berjudul Contrastif Analysis memaparkan kelemahan AK dan menyarankan perlunya periode tenang (silent period) sambil menunggu munculnya metode linguistik dan analisis kebudayaan yang sempurna.

Betapapun keraguaan dan kritik terhadap AK muncul dari berbagai penjuru, bukan berarti sudah tertutup jalan untuk mencari kemungkinan diterakpannya AK dalam mengajarkan bahasa kedua.

B.   LINGUISTIK KONTRASTIF
Linguistik Kontrastif adalah suatu cabang ilmu bahasa yang tugasnya membandingkan secara sinkron dua bahasa sedemikian rupa sehingga kemiripan dan perbedaan kedua bahasa itu bisa dilihat (Lado, 1957). Lado mengajurkan bahwa pengontasan bahasa dilakukan berdasarkan fonologi, struktur gramatik, kosakata serta sistem tulisan. Struktur gramatik adalah kontruksi bahasa yang lazim digunakan oleh penutur asli dalam berkomunikasi.

Kelompok VL dan VK adalah VM (versi moderat), mencoba merasionalisasi AK berdasarkan tiga sumber, yaitu :
a.   Pengalaman dalam praktik mengajar para guru bahasa kedua,
b.   Studi mengenai bahasa, dan
c.   Teori belajar bahasa.
Lee mengajukan asumsi bahwa AK perlu dilakukan karena :
a.   Penyebab utama kesulitan belajar bahasa kedua adalah interferensi dari bahasa ibu pembelajar,
b.   Kesulitan itu terjadi karena perbedaan dari kedua sistem bahasa itu,
c.   Semakin besar perbedaan kedua bahasa semakin besar pula kesulitannya,
d.  Hasil perbandingan dari dua bahasa itu perlu untuk meramalkan kesulitan dan kesalahan yang akan terjadi dalam belajar bahasa kedua, dan
e.  Apa yang diajarkan harus sesuai dengan perbedaan yang ada dari kedua sistem bahasa itu berdasarkan hasil analisis perbedaan.

Adapun versinya, usaha untuk mengontraskan dua sistem bahasa hendaknya dilakukan dengan langkah-langkah :
a.   Deskripsi kedua bahasa yang akan dikontraksikan,
b.   Seleksi unsur-unsur persamaan dan perbedaan kedua bahasa,
c.   mengontraskan perbedaan sistem kedua bahasa, dan
e.   Meramalkan sebab-sebab kesulitan belajar berdasarkan hasil pengontrasan tersebut.

Bila kita simak kebelakang, munculnya AK sebetulnya didasarkan pada 3 asumsi :
a.   Pengalaman mengajr guru-guru bahasa asing yang selalu menemukan kesalahan bahwa kesalahan berbahasa yang dipelajari pembelajar selalu dapat ditelusur kembali melalui bahasa ibu pembelajar.
b.  Studi tentang kontak bahasa dalam situasi kedwibahasaan yang selalu dicatat adanya inferensi yang oleh Weinreich.
c.  Teori belajar terutama teori transfer yang dipandang sebagai fasilitasi yang bersifat positif, di samping ada interferensi yang bersifat negatif (Jakobovits, 1969; Caroll, 1968).

Berdasarkan asumsi di atas AK pada dasarnya bertujuan :
1.   Untuk menegakkan kesemestaan bahasa serta ciri-ciri kahas dari masing-masing bahasa.
2.   Ingin mengukuhkan pendapat pembelajar B2 bahwa bahasa itu berbeda-beda.
3.   Pengembangan materi pengajaran bahasa.

Usaha-usaha yang harus dilakukan agar tujuan belajar bahasa kedua berhasil :
a.  Menetapkan materi yang terpilih,
b.  Mengadakan analisis ilmiah pada materi bahasa yang sudah terpilih untuk mendapatkan hasil yang signifikan tentang struktur dan sistem kedua bunyi bahasa, dan
c.  Mengadakan perbandingan antara bahasa kedua dengan bahasa ibu pembelajar (Fries, 1945).

C.   KRITIK TERHADAP AK
Kritik pertama dikemukakan oleh Ronald Wardhaugh (1970) bahwa AK menimbulkan ketidakpastian karena tidak memandainya teori linguistik yang ada.
Kritik kedua dikemukakan oleh Whitman dan Jackson (1972) ketika mereka mengadakan tes empirik terhadap teori AK
Kritik ketiga dikemukakan oleh Brown (1980) bahwa AK yang populer itu ternyata hanya berhasil meramalkan kesulitan dalam bidang fonologi.
Kritik keempat dikemukakan oleh Abdul Wahad (tidak dipublikasikan) bahwa penerapan AK terhadap dua sistem bahasa yang sangat berbeda harus ditinjau kembali.

DAFTAR PUSTAKA
Pranowo. 2015, Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Friday, October 18, 2019

PROSES BELAJAR BAHASA


BAB IV
PROSES BELAJAR BAHASA

RESUME
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia

Semester 3

Dosen Pengampuh
M. Bayu Firmansyah, M.Pd


Disusun Oleh :
Alfa Julia (18188201008)


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
ANGKATAN 18 A
STKIP–STIT PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan 67118

A. PROSES BELAJAR BAHASA
Pada zaman dahulu, kakek neneng moyang kita belajar bahasa hanya menirukan orang-orang yang ada disekitarnya. Seseorang yang menguasa bahasa pertama (B1), mereka tinggal dan hidup dilingkungan yang mayoritas menggunakan penutur B1.  Orang yang tidak dapat berbahasa seperti masyarakat yang disekiyarnya, berarti meraka tidak memiliki identitas. Saat pelajaran disekolah, banyak siswa yang gagal dalam ujian B1.

Proses penguasaan bahasa asing, meninjau dari situasi formal dan ada juga yang ditinjau dari situasi alamiah. Yang dimaksud situasi formal adalah selalu dikaitkan dengan situasi di sekolah. Situasi alamiah selalu dikaitkan dengan keluarga .

B. PROSES BELAJAR BAHASA MODEL KRASHEN
Krashen (1976) menyimpulkan bahwa proses penguasaan bahasa kedua anak kecil berbeda dengan orang dewasa. 5 teori yang membahas teori tersebut adalah :
a. Hipotesi pemerolehan dan belajar bahasa
b. Hipotesi urutan alamiah
c. Hipotesi monitor
d. Hipotesi masukan
e. Hipotesis filter afektif

Orang dewasa menguasai bahasa melalui kaidah-kaidah formal bahasa. Proses ini disebut belajar (learning).
a.   Proses penguasaan bahasa seorang anak dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1)   Proses terjadi secara ambang sadar seperti pada pemerolehan bahasa pertama,
2)   Komunikasi terjadi secara alamiah,
3)   Kaidah bahasa dikuasai melalui kegiatan berbahasa,
4)   Keberhasilan belajar bahasa bagi anak tidak mungkin dihindari,
5)   Pembelajaran tidak dapat menyebut aturan bahasa,
6)  Tidak diperkuat oleh pengajaran, uraian tentang tata bahasa, dan tidak ada koreksi, tidak ada tujuan, dan yang lebih hebat lagi tidak ada yang gagal,
7).   Proses diatur oleh strategi universal yang disebut language aqcuisition device (LAD)
b.   Proses penguasaan bahasa orang dewasa dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1)   Proses ini terjadi pada saat orang dewasa belajar bahasa kedua,
2)   Proses terjadi secara sadar dan terjadi internalisasi aturan tata bahasa,
3)   Kemampuan yang dimiliki merupakan hasil pengajaran,
4)   Proses penguasaan bahasa secara sadar ini dapat dihindari,
5)   Pembelajaran memiliki rumusan-rumusan tentang aturan tata bahasa.

Proses monitor hanya dapat berlangsung apabila memenuhi syarat :
a)  Ada waktu yang cukup bagi pembelajar untuk memilih dan menerapkan kaidah yang dipelajarinya (cukup waktu untuk berlatih),
b)  Difokuskan pada bentuk-bentuk bahasa yang benar menurut kiadah, dan
c)   Pembelajaran harus memahami dan menguasai kaidah bahasa yang dipelajari secara benar.


Tentang semakin berkembangnya fungsi kognitif bagi orang dewasa kiranya sesuai dengan pendapat Lenneberg, 1967 bahwa berat otak anak dari sekitar 50 gram pada pertengahan masa kandungan menjadi 400 gram pada saat lahir, dan 1000 gram setelah delapan belas bulan kemudian. Pada tahun kedua perkembangan agak lambat mencapai 1250 gram (anak perempuan) dan 1375 gram (anak laki-laki), setelah itu otak relatif stablil.

C.   PROSES BELAJAR BAHASA MODEL BIALYSTOK
Terdapt 3 tataran, yaitu input, knowledge, dan output. Tataran input berupa pengalaman berbahasa pembelajaran yang telah dipajan (expouser) melalui belajar membaca dan belajar berbicara. Tataran knowledge berupa cara penyimpanan informasi, meliputi penyimpanan secara implisit berupa pengetahuan intuitif. Pengetahuan implisit mempunyai 3 fungsi yaitu :
a.   Sebagai dasar infomasi baru sebelum disimpan dalam pengetahuan implisit,
b.   Sebagai gudang informasi yang selalu terungkap secara eksplisit, dan
c.   Sebagai sistem artikulasi untuk pengetahuan implisit yang mungkin dipakai secara eksplisit.

Tataran Output bahasa adalah gambaran pemahaman dan pengungkapan bahasa. Pengungkapan bahasa dibedakan menjadi dua tipe yaitu pengungkapan spontan dan pengungkapan lamban (Bialystok, 1978). Strategi belajar model Bialystok terdapat 4 tipe yaitu:
a.   Praktik formal yaitu pembalajar membaca untuk menambah pajanan bahasa,
b.   Praktik informal yaitu pajanan bahasa diperoleh melalui komunikasi alamiah,
c. Strategi monitoring yaitu penegetahuan sadar pemakaian bahasa oleh pembelajar untu memperbaiki pengungkapan bahasa, dan
d.   Inferensi (penyimpulan) yaitu proses pengujian hipotesis mengenai pengetahuan bahasa yang tidak dikenal sebelumnya.

D.   PROSES BELAJAR MODEL STEVICKS
Istilah Stevicks untuk menggambarkan proses penguasaan bahasa digambarkan dalam bentuk diagram yang disebut diagram Levertove Machine. Penguasaan bahasa yangdigambarkan oleh Stevicks menggambarkan ciri-ciri sebagai berikut :
a.   Hasil belajar disimpan dalm gudang pemerolehan,
b.   Belajar bahasa bisa menjadi bahan output,
c.   Peranan dan fungsi pemerolehan dan belajar tidak terlalu pisah secara ketat,
d.   Faktor afeksi menjadi rheostat (potensiometer) yang bisa membuat pembelajar sensitif terhadap sistem yang diperoleh.

E.   PERDEBATAN PENDAPAT KRASHEN
Teori Krashen dikritik oleh McLauglin (1980) antara lain :
a. Tidak ada kejelasan perbedaan antara pemerolehan dengan belajar karena tidak memiliki ukuran fisiologis
b.  Perbedaan konsep dasar dengan ambang sadar serta kaidah dan perasaan juga tidak jelas karena seseorang dalm berbahasa tidak pernah ahu apakah mereka menggunakan aturan atauka perasaan untuk mempertimbangkan kegramatikalan suatu ungkapan bahasa,
c.  Penjelasan urutan alamiah dengan mendasarkan pada kondisi pemakaian monitoring hanyalah bersifat sementara.

Penemuan Sliger (1979) bahwa tidak ada hubungan antara penampilan bahasa dengan penguasaan aturan.  Berdasarkan kritik-kritik tersebut, Krashen mengajukan pembelaan teorinya, antara lain model monitor dapat memecahkan beberapa persoalan yang berhubungan dengan fenomena kesukaran pemerolehan bahasa kedua, yaitu :
a.   Hubungan antara lingkungan formal dan informal bahasa dan tingkah laku bahasa,
b.   Urutan alamiah pemerolehan bahasa,
c.   Peranan bahasa ibu,
d.   Variasi individual dalam pemerolehan bahasa, serta
e.   Pertalian antara bakat, sikap dan tingkah laku bahasa.

Perbedaan individual ditunjukkan bahwa kecenderungan pemakaian monitor berbda-beda, yaitu 1) ada yang over users, 2) ada yang under users dan 3) ada yang optimal users (Krashen, 1975).

DAFTAR PUSTAKA
Pranowo. 2015, Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Belajar