Saturday, May 30, 2020

WACANA DAN BUDAYA


BAB IX
WACANA DAN BUDAYA

RESUME
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pragmatik

Semester 4

Dosen Pengampuh
M. Bayu Firmansyah, M.Pd


 

Disusun Oleh :
Alfa Julia (18188201008)


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
ANGKATAN 18 A
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan 67118

Penyelidikan tentang ruang lingkup yang jauh lebih luas dari bentuk dan fungsi dari apa yang dikatakan dan dituliskan ini dinamakan analisis wacana.

ANALISIS WACANA
Analisis wacana mencakup rentangan aktivitas-aktivitas yang luas, dari penelitian yang terfokus secara sempit tentang bagaimana kata-kata seperti 'oh' atau 'baiklah' digunakan dalam percakapan umum, sampai pada studi tentang idiologi yang dominan dalam suatu budaya, misal seperti yang dihambarkan dalam praktik politik dan pendidikan. Analisis wacana memfokuskan pada catatan prosesnya (lisan atau tertulis) di mana bahasa itu digunakan dalam konteks-konteks untuk menyatakan keinginan.
Dalam perspektif struktural ini, fokus ada pada topik, misalnya hubungan eksplisit antara kalimat dalam teks yang menciptakan suatu kohesi, atau unsur-unsur susunan tekstual yang bersifat menceritakan, misalnya karena perbedaan pernyataan pendapat dengan tipe-tipe teks lain. Studi ini cenderung berfokus pada aspek-aspek tentang apa yang tidak dikatakan atau tidak dituliskan (belum disampaikan) dalam wacana yang sedang dianalisis.

KOHERENSI
Apa yang ada dalam benak pemakaian bahasa sebagai besar adalah suatu asumsi koherensi, yaitu yang dikatakan atau dituliskan mengandung arti sesuai dengan pengalaman mereka. Pengalaman itu akan diartikan secara lokal oleh masing-masing individu dan karena itu pengalaman akan terkait dengan keakraban dan harapan.
Penekanan pada keakraban dan pengarahan sebagai dasar koherensi itu perlu karena terbukti bahwa kita cenderung membuat penafsiran seketika terhadap materi yang dikenal dan cenderung tidak memperhatikan kemungkinan alternatif lain.

PENGETAHUAN LATAR BELAKANG
Istilah yang paling umum untuk pola jenis ini ialah skema (jamaknya; skemata). Skema ialah struktur pengetahuan sebelumnya yang ada dalam ingatan. Jika ada pola tetap, yang pasti pada skema, pola tetap yang pasti ini disebut bingkai. Bingkai yang dimiliki bersama oleh setiap orang dalam kelompok sosial aka menjadi versi prototipe.
Jika tipe-tipe skemata yang sifatnya lebih dinamis di pertimbangkan, maka tipe-tipe itu lebih serius dideskripsikan sebagai catatan. Catatan (script) adalah struktur pengetahuan sebelumnya yang ada yang melibatkan tata urutan peristiwa. Konsep sebuat catatan secara sederhana merupakan suatu cara pengenalan beberapa urutan tindakan yang diharapkan dalam suatu peristiwa.

SKEMATA BUDAYA
Hampir tidak dapat dihindarkan bahwa struktur pengetahuan latar belakang kita, skemata kita untuk mengartikan dunia, akan ditentukan secara budaya. Kita mengambangkan skemata budaya kita dalam konteks pengalaman dasar kita.
Karena adanya beberapa perbedaan yang nyata (misalnya, alas duduk sebagai pengganti kursi), kami siap memodifikasi keterangan-keterangan skema budaya. Akan tetapi, untuk beberapa perbedaan yang tidak kentara lainnya, kak seringkali tidak mengenalinya karena mungkin terdapat salah tafsir berdasar pada skemata yang berbeda.

PRAGMATIK LINTAS BUDAYA
Studi perbedaan-perbedaan harapan berdasarkan skemata budaya merupakan bagian dari ruang lingkup yang luas yang umunya bagian dari ruang lingkungan yang luas yang umumnya dikenal sebagai Pragmatik lintas budaya. Kosep-konsep dan terminologi itu mungkin memberikan suatu ketangka analitik dasar, tetapi realisasi dari konsep-konsep itu mungkin berbeda secara substansi denga contoh bahasa Inggris yang diberikan di sini.
Bagaiman jika kita mrngansumsikan suatu kesimpulan budaya dengan tidak mengatakan sesuatu yang Anda ketahui sebagai masalah dalam berbagai situasi? Kesimpulan yang sedemikian ini dilaporkan dalam kebanyakan budaya dan dengan jelas membutuhkan pendekatan yang berbeda terhadap hubungan antara Maksim kualitas dan kuantitas dalam suatu pemahaman pragmatik yang lebih komprehensif.
Jika kita mencari jenis-jenis tindak tutur, kita tidak melibatkan observasi apapun tentang perbedaan yang subtansial yang mungkin ada secara lintas budaya dalam menafsirkan konsep-konsep seperti 'pemberian pujian', 'ucapan terima kasih', atau 'permintaan maaf'. Gaya pemberian pujian tipe Inggris-Amerika menciptakan rasa malu yang sangat bagi pendengar orang pribumi Indian-Amerika (Pujian ini dirasakan sangat berlebihan) dan dapat menimbulkan reaksi yang sama terhadap permintaan maaf bagi pendengar orang Jepang (pujian ini dirasakan mustahil untuk diterima).
Studi tentang budaya cara bertutur yang berbeda kadang-kadang disebut pragmatik kontranstif. Jika penelitian difokuskan secara lebih khusus pada tingkah laku komunikatif dari orang yang bukan penutur asli, sambil berusaha untuk berkomunikasi dalam bahasa kedua mereka, penelitian ini dideskripsikan sebagai pragmatik antar bahasa. Studi yang demikian ini semakin menyatakan bahwa kita semua berbicara dengan sesuatu yang disebut lihat pragmatik, yaitu aspek-aspek yang menunjukkan sesuatu yang kita asumsikan dapat dipahami tanpa dikatakan.
Jika kita memiliki harapan pada semua pengembangan kapasitas komunikasi lintas budaya, kita harus mencurahkan perhatian lebih banyak pada pemahaman tentang sesuatu yang menjadi ciri logat pragmatik, tidak hanya pada pemahaman logat pragmatik milik orang lain, tetapi juga pemahaman logat pragmatik kita sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Yule, George. 2014, Pragmatik. Yogyakarta : Celeban Timur UH III/548

Sunday, May 24, 2020

STRUKTUR PERCAKAPAN DAN STRUKTUR REFERENSI


BAB VIII
STRUKTUR PERCAKAPAN DAN STRUKTUR REFERENSI

RESUME
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pragmatik

Semester 4

Dosen Pengampuh
M. Bayu Firmansyah, M.Pd

Disusun Oleh :
Alfa Julia (18188201008)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PEDAGOGI DAN PSIKOLOGI
ANGKATAN 18 A
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan 67118

Interaksi berhubungan dengan percakapan. Struktur percakapan ialah apa saja yang sudah kita asumsikan sebagai suatu yang sudah dikenal baik melalui diskusi kesopanan dan interaksi.
ANALISIS PERCAKAPAN
Pendekatan analitik yang paling banyak digunakan ialah berdasarkan pada suatu analogi dengan kinerja ekonomi pasar, bukan berdasarkan pada tarian (karena tidak ada musik) dan juga tidak berdasarkan pada lalu lintas (karena tidak ada rambu-rambu jalan). Di dalam pasar ini, terdapat komoditas yang langka yang disebut dengan kesempatan bicara ‘floor’ yang biasa didefinisikan sebagai hak untuk bicara. Dengan memiliki kontrol komoditas yang langkah ini pada saat tertentu dinamakan giliran. Pengambilan giliran adalah suatu bentuk aksi sosial, pengambilan giliran berjalan menurut sistem pengaturan setempat yang secara konvensional dikenal oleh anggota-anggota kelompok sosial.

JEDA, OVERLAPS, AND BACKCHANNEL
Pergantian yang halus dari satu penutur berikutnya tampaknya sangat dihargai. Pertukaran disertai dengan kesenyapan yang lama di antara dua giliran atau dengan adanya ‘overlaps’ (yaitu; kedua penutur mencoba berbicara pada saat yang sama) dirasakan kaku. Jika dua  orang berusaha untuk bercakap-cakap dan tidak menemukan adanya alur/flow, atau ritme yang lembut  pada pergantiannya, ini  berarti bahwa lebih banyak pesan yang dipahami daripada dikatakan. Terdapat makna jarak, ketiadaan keakraban atau kemundahan, seperti dalam interaksi.
Jeda yang dangat pendek itu (ditandai dengan tanda penghubung) merupakan bentuk keragu-raguan, sedangkan sedangkan jeda yang panjang menjadi kesenyapan. Jika seorang penutur benar-benar memberikan giliran hak bicara kepada penutur lain dan ia tidak mau bicara, maka kesenyapan ini disebabkan oleh penutur kedua dan menjadi signifikan.Kesenyapan ini disebut kesenyapan yang disebabkan (‘attributable silence’).
Jika seorang penutur benar-benar memberikan giliran hal bicara kepada penutur lain dan ia tidak mau bicara, maka kesenyapan ini disebabkan oleh penurut kedua dan menjadi signifikan.
Dua baris terakhir menggambarkan 'overlap', yang secara konvesional ditandai dengan dua garis miring (//) pada awal pembicaraan 'overlap'. Pembicaraan 'overlap' muncul pada fungsi pemakian bahasa seperti pada ungkapan kesetiakawanan atau keakraban pada waktu mengungkapkan gagasan atau nilai-nilai kebersamaan. Pada saat overlap terjadi diartikan sebagai suatu interupsi dan penutur pertama sebenarnya harus memberikan komentar tentang prosedur (dengan suara yang lebih keras, ditunjukkan dengan huruf kapital dalam kalimat ('DAPATKAH SAYA MENYELESAIKAN?') dari pada berkomentar tentang topik pembicaraan.
Tanda-tanda TRP yang paling menyolok ialah akhir unit struktural (suatu frasa ata klausa) dan jeda. Cara lain untuk mempertahankan hak bicara menunjukkan bahwa ada struktur yang lebih besar terhadap giliran Anda dengan cara memulainya dengan menggunakan kenyataan atau opini. Ada beberapa cara yang berbeda untuk melakukan itu, termasuk di dalamnya anggukan kepala, senyuman, ekspresi wajah dan isyarat-isyarat lain, namun indikasi vokal yang paling umum disebut backchannel signals (penanda hubungan akhir) ataubsecara singkat hanya disebut backchannel signals.

GAYA BAHASA
Gaya bicara ini disebut gaya pelibatan tinggu. Gaya bicara ini secara substansial berbeda dengan gaya lainnya dimana penutur menggunakan rata-rata kecepatan yang lebih lambat,  mengharapkan jeda yang lebih lama di antara giliran bicara, tidak tumpah tidih, dan menghindari interupsi, tangga adanya pemaksaan ini disebut gaya solidaritas tinggi.

PAJANGAN AJASENSI
Banyak penutur kelihatannya mendapatkan cara untuk mengatasi kesibukan interaksi sosialnya sehari-hari. Mereka dibantu oleh fakta-fakta bahwa ada banyak pola yang hampir otomatis dalam struktur percakapan. Contoh yang jelas adalah ucapan salam dan ucapan selamat tinggal. Tataran urutan otomatis dinamakan pasangan ajasensi yang terdiri dari bagian pertama dan bagian kedua.
Tatapan urutan sisipan ialah pasangan ajasensi yang berada di antara pasangan ajasensi lain. Walaupun ungkapan yang dipakai merupakan tata-urutan tanya-jawab, bentuk-bentuk tindakan sosial lainnya juga terselesaikan dalam pola ini.
Penundaan penerimaan terjadi karena adanya tata-urutan sisipan, merupakan satu jenis petunjuk bahwa tidak semua bagian pertama harus menerima jenis bagian kedua yang mungkin diantisipasi oleh penutur. Penundaan menunjukkan jarak antara apa yang diharapkan dan pa yang tersedia.

STRUKTUR PREFERENSI
Pasangan ajasensi merupakan kegaduhan yang mengandung makna dalam tata urutan bicara. Menggambarkan tindakan sosial, dan tidak semua tindakan sosial itu sama ketika pasangan itu terjadi sebagai bagian kedua dari pasangan itu. Preferensi dipakai untuk menunjukkan pola struktural tertentu secara sosial dan tidak mengacu pada sikap seseorang atau keinginan emosi. Preferensi merupakan suatu pola yang tampak dalam percakapan dan bukan suatu kemauan pribadi. Struktur preferensi dibagi mendi dua yaitu tindakan sosial yang disukai dan tindakan sosial yang tidak disukai.
Kediaman sebagai jawaban merupakan suatu kasus yang ekstrim, nyaris mengakibatkan kesan ketiadaan partisipasi dalam struktur percakapan. Ungkapan penolakan dapat dilakukan tanpa mengatakan 'Tidak'.
Akibat besar yang ditimbulkan oleh sesuatu yang tidak disukai ialah bahwa lebih banyak waktu dan bahasa yang digunakan jika dibandingkan dengan yang disukai. Dari sudut pandang perspektif pragmatik, pengungkapan bagian yang disukai (misalnya, jawaban terhadap suatu tawaran atau ajakan) dengan kelas menggambarkan keakraban dan hubungan yang cepat.

Wednesday, May 20, 2020

MAKALAH KESOPANAN DAN INTERAKSI


KESOPANAN DAN INTERAKSI
Makalah disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Prgmatik

Dosen Pengampu : M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 7

1.      ALFA JULIA                                     (18188201008)
2.      CHANIFAH                                       (18188201018)
3.      FIRDA ROZIZAH                             (18188201021)



PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PEDAGOGI DAN PSIKOLOGI
ANGKATAN 18A
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan 67118




KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikiran.
            Dan harap kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
            Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharap saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



Pasuruan,     April 2020

Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
1.1    LATAR BELAKANG............................................................................................... 1
1.2    RUMUSAN MASALAH.......................................................................................... 1
1.3    TUJUAN.................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 3
2.1    KESOPANAN........................................................................................................... 3
2.2    KEINGINAN WAJAH............................................................................................. 4
2.3    WAJAH POSITIF DAN WAJAH NEGATIF.......................................................... 4
2.4    DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN : TIDAK BERKATA APAPUN............... 5
2.5    MENGATAKAN SESUATU : TERCATAT DAN TIDAK TERCATAT.............. 5
2.6    KESOPANAN POSITIF DAN KESOPANAN NEGATIF.................................... 6
2.7    STARTEGI................................................................................................................ 6
2.8    PRA-URUTAN.......................................................................................................... 7
BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 8
3.1    KESIMPULAN......................................................................................................... 8
3.2    SARAN...................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 9




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1       LATAR BELAKANG
Salah satu cabang dari linguistik yang mempelajari tentang ujaran dari sang penutur adalah pragmatik. Seorang ahli bahasa Leech mengemukakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna ujaran di dalam situasi-situasi tertentu atau dalam konteks tertentu. Atau dengan kata lain pragmatik adalah ilmu cabang lnguistik yang mengkaji hubungan timbal balik antara fungsi dan bentuk tuturan. Dan dalam pragmatik inilah terdapat prinsip-prinsip tentang bagaimana seorang manusia bertutur dalam situasi tertentu. Salah satu dari prinsip tersebut adalah prinsip kesantunan atau kesopanan. Dengan mengetahui prinsip-prinsip kesantunan kita sebagai penutur bisa menerapkan atau mengimplementasikanany dalam situasi atau konteks tertentu dalam membuat tuturan.

1.2       RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan kesopanan?
2.      Apa yang dimakasud dengan keinginan wajah?
3.      Apa yang dimaksud dengan wajah positif dan wajah negatif?
4.      Apa yang dimaksud dengan diri sediri dan orang lain yang tidak berkata apapun?
5.      Apa yang dimaksud dengan mengatakan sesuatu tercatat dan tidak tercatat?
6.      Apa yang dimaksud dengan kesopanan positif dan kesopanan negatif?
7.      Apa yang dimaksud stragtegi?
8.      Apa yang dimaksud pra-urutan?

1.3       TUJUAN
1.      Agar pembaca dapat memahami pengertian kesopanan.
2.      Agar pembaca dapat memahami pengertian keinginana wajah.
3.      Agar pembaca dapat memahamii wajah pengertian wajah positif dan wajah negatif.
4.      Agar pembaca dapat memahami pengertian diri sendiri dan orang lain yang tidak berkata apapun.
5.      Agar pembaca dapat memahami pengertian mengatakan sesuatu tercatat dan tidak tercatat.
6.      Agar pembaca dapat memahami kesopanan negatif dan kesopanan negatif.
7.      Agar pembaca dapat memahami pengertian strategi.
8.      Agar pembaca dapat memahami pengertian pra-urutan.



 BAB II
PEMBAHASAN

Agar apa yang kita katakan dalam interaksi tersebut bermakna, maka kita harus memperhatikan berbagai macam faktor, yang  berkaitan dengan kesenjangan dan kedekatan sosial. Sebagain dari faktor-faktor ini terbentuk khusus melalui sesuatu interaksi selain karena faktor luar juga. Faktor-faktor ini khususnya melibatkan status  relatif partisipan, berdasarkan pada nilai-nilai sosial yang mengikatnya, misalnya usia dan kekuasaan.
Akan tetapi, banyak juga faktor-faktor lain, misalnya sejumlah imposisi atau derajat keberabatan yang sering dipertimbangkan selama terjadi interaksi. Inilah faktor-faktor internal interaksi dan dapat mengakibatkan kesenjangan sosial sebelumnya dan dianggap sebagai kelebihan maupun kekurangan selama proses.
Kedua tipe faktor yaitu, eksternal dan internal, memiliki pengaruh tidak hanya pada apa yang kita katakan, tetapi juga bagaimana kita menginterasikannya. Investigasi pengaruh ini biasanya dilakukan dalam bahasan tentang kesopanan.
2.1       KESOPANAN
Sudah sangat lazim apabila kita memperlakukan kesopanan sebagai suatu konsep yang tegas, seperti gagasan ‘tingkah laku sosial yang sopan’, atau etiket, terdapat dalam budayanya. Juga dimungkinkan menentukan sejumlah prinsip-prinsip umum yang berbeda untuk menjadi sopan dalam interaksi sosial dala suatu budaya khusus. Sebagian dari prinsip-prinsip umum ini termasuk sifat bijaksana, pemurah, rendah hati, dan simpatik terhadap orang lain. Dalam suatu interaksi ada tipe khusus kesopanan yang lebih sempit di tempat kerja.
Kesopanan dalam suatu interaksi dapat didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang wajah orang orang lain. Kesopanan dapat disempurnakan dalam situasi kejauhan dan kedekatan sosial. Kedekatan sosial ini adalah keakraban, persahabatan, atau kesetiakawanan.
Contoh : (1) a. Permisi Pak Bayu, dapatkah saya bicara dengan bapak sebentar?
                (2) b. Hai, Yu, ada waktu sebentar?
Dalam tipe kedekatan ini terdapat perbedaan dari jarak kesenjanagan dan jarak kedekatan sosial kekerabatan.


2.2       KEINGINAN WAJAH
Dalam interaksi sosial mereka sehari-hari, orang biasanya bertingkah laku seolah-olah harapan-harapan mereka berkenaan dengan nama baik masyarakat mereka sendiri, atau keinginan wajah mereka, akan dihormati. Jika seorang penutur menyatakan sesuatu yang mengandung suatu ancaman terhadap harapan-harapan individu lain berkenaan dengan nama baiknya sendiri, pernyataan ini dideskripsikan sebagai tindak ancaman wajah.
Contoh : Pada pemandangan larut malam, pada seorang tetangga muda Anda memainkan musik sangat keras dan ada pasangan orang tua yang akan tidur. Seperti pada contoh berikut. Mengemukakan suatu tindak ancaman wajah dan yang kain mengusulkan suatu tindak penyelamat wajah.
(3) Suami : “Saya akan mengatakan kepadanya untuk menghentikan suara yang gaduh
sekarang.”
            (4) Istri : “Mungkin kamu hanya dapat memintanya apakah dia akan segera
menghentikannya karena saat ini sudah larut malam dan orang-orang perlu tidur.”
Ada macam-macam cara untuk menampilkan tindak penyelamatan wajah. Pada umumnya diharapkan masing-masing orang akan berusaha untuk menghormati keinginan wajah orang lain.

2.3       WAJAH POSITIF DAN WAJAH NEGATIF
Wajah negatif seseorang ialah kebutuhan untuk merdeka, memiliki kebebasan bertindak, dan tidak tertekan oleh orang lain. Kata ‘negatif’ tidak berarti ‘jelek’, kata negatif ini hanya merupakan lawan dari ‘positif’. Sedangkan wajah positif seseorang ialah kebutuhan untuk dapat diterima, jika mungkin disukai oleh orang lain, diperlakukan sebagai anggota dari kelompok yang sama dan mengetahui bahwa keinginannya dimiliki bersama dengan yang lainnya.
Jadi, tindak penyelamatan wajah yang diwujudkan pada wajah negatif seseorang akan cenderung untuk menunjukkan rasa hormat, menekankan pentingnya minat dan waktu orang lain, dan bahkan termasuk permintaan maaf atas pemaksaan atau penyelaan. Tindakan semacam ini disebut kesopanan negatif.
Tindak penyelamatan wajah yang berkenaan dengan wajah positif seseorang akan cenderung memperlihatkan rasa kesetiakawanan, menandakan bahwa kedua penutur menginginkan sesuatu yang sama, dan mereka memiliki seuatu tujuan yang sama. Tindakan semacam ini disebut kesopanan positif.

2.4       DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN : TIDAK BERKATA APAPUN
Salah satu cara untuk melihat relevansi hubungan antara konsep kesopanan dengan pemakaian bahasa ialah mengambil peristiwa tutur tunggal dan merencanakan anggapan yang berbeda yang diasosiasikan dengan kemungkinan ekspresi yang berbeda yang dipakai dalam peristiwa itu.
Contoh : (5) Anda  menghadiri suatu kuliah yang sangat penting, mengambil buku tulis untuk mencatat, tetapi anda tidak menemukan sesuatupun yang dapat dipakai untuk menulis. Kemudian anda berpendapat bahwa orang yang duduk disebelah anda mungkin dapat memberikan solusinya. Dalam adegan ini, anda menjadi ‘diri anda sendiri’ dan orang disebelah anda adalah ‘orang lain’.
 Pilihan anda yang pertama ialah apakah berkata sesuatu atau tidak. Tentu saja anda dapat mengobrak abrik tas anda dan mencari-cari didalam tas anda, tanpa mengucapkan sepatah kata katapun, tetapi dengan maksud samar-samar bahwa masalah anda akan diketahui.
Pendekatan ‘tidak berkata apapun’ ini mungkin dapat berhasil dan mungkin juga tidak.

2.5       MENGATAKAN SESUATU : TERCATAT DAN TIDAK TERCATAT
Secara teknis tipe ini dideskripsikan sebagai Tidak tercatat (off record). Dalam deskrispi biasa, tipe-tipe itu mungkin mengacu pada 'isyarat'.
Pendekatan langsung dan dikenal sebagai bald on record (yaitu suatu tuturan, misalnya suatu permintaan yang ditunjukan secara langsung kepada orang lain dimana tekanan ilokusinya dibuat eksplisit).
Bentuk-bentuk 'bald on record' ini mungkin diikuti oleh pernyataan seperti 'silakan' dan 'maukah anda' yang berfungsi untuk menghaluskan tuntunan itu dan dinamakan 'mitigating devices' (alat-alat pereda).
Akan tetapi, pada umumnya ungkapan-ungkapan 'bald on record' itu diasosiasikan dengan peristiwa -peristiwa tutur ketika penutur berasumsi bahwa dia memiliki kekuasaan terhadap orang lain (misalnya, dalam konteks ketentaraan) dan dapat mengontrol tingkah laku orang lain dengan kata-kata.

2.6       KESOPANAN POSITIF DAN KESOPANAN NEGATIF
Penggunaan strategi ini juga menghasilkan bentuk-bentuk yang berisikan ungkapan-ungkapan permintaan maaf karena suatu pembebanan.
Kepedulian kita terhadap pragmatik bahasa dalam pemakaian akan lebih relevan, karena ketersediaan bentuk 'bald on record' dan begitu pula bentuk -bentuk yang tidak tercatat, yang berarti bahwa penggunaan bentuk penyelamatan wajah yang tercatat menggambarkan pilihan yang signifikan.

2.7       STARTEGI
Kecenderungan untuk menggunakan bentuk kesopanan positif, dengan penekanan kedekatan antara penutur dan pendengar, dapat dilihat sebagai suatu strategi kesetia-kawanan. Strategi yang menerapkan prinsip dalam kelompok secara keseluruhan atau mungkin hanya sebagai suatu pilihan yang dipakai oleh seorang penutur secara individu pada kejadian tertentu. Strategi yang sedemikian ini secara linguistik akan melibatkan informasi seseorang, penggunaan nama panggilan, bahkan kadang-kadang istilah-istilah kasar, dan dialek yang dimiliki bersama atau ungkapan-ungkapan kasar lainnya. Seringkali strategi kesetia-kawanan ini ditandai dengan istilah ‘inclusive’seperti kata ‘kita’ dan ‘marilah kita’, seperti ajakan ke pesta.
Penggunanaan bentuk kesopanan negatif, dengan menekankan pada hak kebebasan pendengar, dapat dilihat sebagai suatu strategi penghormatan. Strategi ini merupakan strategi khusus dari suatu kelompok secara keseluruhan atau hanya sebagi suatu pilihan yang dipakai pada suatu kejadian tertetu. Strategi penghormatan dilibatkan dalam strategi yang disebut dengan ‘kesopanan resmi’. Strategi ini tidak berkenan dengan seseorang seakan-akan tidak ada sesuatu yang dipadukan, dan mungkin termasuk ungkapan-ungkapan yang tidak mengacu kepada penutur maupun pendengar.
Bahasa yang disosiasikan dengan strategi penghormatan menekankan kebebasan penutur dan pendengar, yang ditandai dengan kekosongan tuntutan pribadi.
Tindakan penyelamat wajah sering berjalan dengan baik sebelum tuturan-tuturan itu diucapkan dalam bentuk pra-urutan.

2.8       PRA-URUTAN
Konsep penyelamatan wajah sangat monolog untuk memahami bagaimana partisispasi dalam suatu interaksi tidak dapat menghindari diri untuk mamahami lebih banyak dari yang dikatakan. Dari sudut pandang kesopanan asumsi dasarnya ialah bahwa wajah secara khusus beresiko apabila melibatkan orang lain. Risiko yang paling berat muncul ke permukaan apabila orang lain ditempatkan dalam suatu posisi yang menyulitkan. Salah satu cara untuk menghindari resiko itu ialah dengan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menghentikan tindakan yang beresiko tinggi. Misalnya penutur akan sering mengatakan apa saja yang dapat dideskripsikan sebagai pra-urutan dari pada membuat suatu permohonan secara sederhana.
Manfaat dari unsur permohonan ialah bahwa permohonana awal ini dapat dijawab dengan jawaban ‘teruskan’. Memahami bahwa jawaban merupakan jawaban terhadap suatu permohonan awal, juga memungkinkan kita untuk menafsirkan ungkapan ‘maaf’, tidak hanya sebagai suatu permintaan maaf karena tidak dapat memenuhi permohonan yang diharapkan.
Proses ‘jalan pintas’ yang dimulai dari pra-permohonan kepada pengabulan permohonan sangat membantu untuk menjelaskan keganjilan-keganjilan literl dari pola umum. Bentuk jawaban ‘Ya’ merupakan jawaban positif, tidak untuk pra-permohonan, tetai berlaku untuk permohonan yang tidak dinyatakan.


BAB III
PENUTUP

3.1       KESIMPULAN
Pada bab Kesopanan dan Interaksi memiliki beberapa materi yaitu, Kesopanan, Keinginan Wajah, Wajah Positif Dan Wajah Negatif, Diri Sendiri Dan Orang Lain : Tidak Berkata Apapun, Mengatakan Sesuatu : Tercatat Dan Tidak Tercatat, Kesopanan Positif Dan Kesopanan Negatif, Startegi, dan Pra-Urutan.
Ekspresi wajah sudah dapat menentukan tindakan apa yang akan kita lakukan atau perasaan apa yang sedang kita rasakan. Namun, kita juga harus bisa tindak pengendalian wajah.

3.2       SARAN
1.        Bagi Mahasiswa
Dalam penulisan makalah materi berjudul “KESOPANAN DAN INTERAKSI”, diharapkan agar seluruh mahasiswa mampu menerapkan kegiatan tersebut dengan baik dalam meningkatkan motivasi belajar.
2.        Bagi Dosen
Dalam penulisan makalah materi “KESOPANAN DAN INTERAKSI “ penulis menyarankan kepada dosen pengampu mata kuliah Pragmatik M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd memberi bimbingan kepada mahasiswa agar makalah berjalan sesuai dengan instruksi yang diberikan.
3.        Bagi Perpustakaan
Dalam penulisan makalah materi “KESOPANAN DAN INTERAKSI“ penulis mengalami kesulitan dalam mencari data. Diharapkan agar kedepannya dapat menyediakan buku atau literatur penunjang untuk memudahkan mahasiswa.


DAFTAR PUSTAKA

Yule, George. 2014, Pragmatik. Yogyakarta : Celeban Timur UH III/548