Friday, March 27, 2020

REFERENSI DAN INFERENSI


BAB III
REFERENSI DAN INFERENSI

RESUME
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pragmatik

Semester 4

Dosen Pengampuh
M. Bayu Firmansyah, M.Pd

 
Disusun Oleh :
Alfa Julia (18188201008)


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PEDAGOGI DAN PSIKOLOGI
ANGKATAN 18 A
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan 67118

PEMAKAIAN REFERENSI DAN PEMAKAIAN ATRIBUTIF
Frasa nomina tidak tentu dapat dipakai untuk mengenali suatu entitas yang ada secara fisik., tetapi ungkapan-ungkapan itu juga dapat dipakai untuk menjelaskan entitas-entitas sejauh yang kita ketahui. Kata ‘seseorang’ dapat diganti dengan ‘siapa pun’. Inilah yang kadangkala disebut dengan pemakaian atributif, yang berarti ‘siapa saja/ apa saja yang sesuai dengan urainnya’. Pemakaian atribut itu berbeda dengan pemakaian referesial, dimana saya biasanya memiliki seseorang di dalam pemikiran saya.
Suatu perbedaan yang sama dapat ditemukan pada frase nomina tertentu. Ungkapan-ungkapan itu sendiri tidak dapat diperlakukan seperti memiliki referensi (seperti yang sering diasumsikan dalam perlakuan semantik), tetapi ditanamkan (diinvestasikan) atau tidak ditanamkan fungsi refensial di dalam sebuah konteks oleh seorang penutur atau  penulis. Penutur sering mengajak kita berasumsi, melalui pemakaian atributif, bahwa kita dapat mengenali apa yang sedang mereka bicarakan, bahkan jika entitas atau orang yang dideskripsikan mungkin tidak ada. Sebagian anggota yang terkenal dari kelompok itu adalah dongeng gigi dan Santa Claus.

NAMA DAN REFEREN
Versi referensi yang sedang disajikan di sini adalah referensi yang didalmnya ada suatu ‘maskud dasar untuk mengenali’ dan suau kerja sama ‘pengenalan tujuan’ di lapangan. Proses iini tidak hanya membtuhkan kerja antara seorang penutur dan seorang pendengar; proses ini tampaknya berfungsi, dalam istilah-istilah kaidah, antara seluruh anggota masyarakat yan memiliki secara bersama-sama kaidah bahwa ungkapan-ungkapan pengacauan hanya dapat menunjuk pada entitas-entitas yang sangat khusus. Asumsi ini mungkin mengarahkan kita untuk memikirkan bahwa suatu nama atau nama diri seperti ‘Shakespeare’ hanya dapat dipakai untuk mengenali seseorang yang khusus saja, dan suatu ungkapan yang mengandung suatu kata benda umum / biasa, seperti ‘Sandwich keju’, hanya dapat dipakai untuk mengenali sesuatu yang  khusus saja. Keyakinan ini salah. Suatu pandangan referensi pragmatik secara benar membolehkan kita melihat bagaimana seseorang dapat diidentifikasi melalui ungkapan, ‘Sandwich keju’, dan suatu benda / barang dapat diidentifikasi melalui nama, ‘Shakespeare’.
Hubungan pragmatik antara nama diri dengan objek-objek yang akan diasosiasikan secara konvensional, di dalam suatu masyarakat yang didefinisikan secara sosio-kultural, dengan nama-nama itu. Pemakaian suatu nama diri secara referensial untuk mengenali objek apa pun yang sedemikian mengajak pendengar untuk membuat kesimpulan yang diharapkan (seperti contoh, dari nama penulis terhadap buku oleh penulis itu) dan dari sini menunjukkan dirinya sendiri untuk menjadi satu anggota masyarakat yang sama sebagai penutur.

PERANAN KO-TEKS
Kemampuan mengenali referen itu telah dibantu oleh materi linguistik, atau ko-teks, yang menyertai ungkapan pengacauan itu. Apabila muncul sebagai suatu judul, ‘Brazil’ merupakan suatu ungkapan pengacauan dan memenangkan piala dunia’ merupakan bagian dari ko-teks itu. Ko-teks dengan jelas membatasi rentangan interpretasi yang mungkin yang kita miliki terhadap suatu kata seperti ‘Brazilia’. Ungkapan pengacauan sebenarnya memberikan suatu rentangan referensi, yaitu sejumlah referensi yang memungkinkan.
Suatu ko-teks adalah sekedar suatu bagian lingkungan linguistik di mana ungkapan pengacauan dipakai. Lingkungan fisik, atau konteks, mungkin lebih mudah dikenali karena memiliki pengaruh yang kuat tentang bagaimana ungkapan pengacauan itu harus diinterpretasikan. Konteks fisik sebuah restoran, dan bahkan mungkin kaidah-kaidah bicara dari orang – orang yang bekerja di sana, mungkkin penting sekali terhdap interpretasi.
Referen secara sederhana bukan merupakan hubungan antara arti suatu kata atau frasa dengan suatu objek atau orang di dunia ini. Referensi adalah suatu tindakan sosial, dimana penutur berasumsi bahwa kata atau frasa yang dipilih untuk mengenali suatu objek atau orang akan ditafsirkan sebagai yang dimaksud penutur.

REFERENSI ANAFORIK
Sebagian besar dari percakapan dan penulisan kita, kita harus mengawasi / mencatat siapa atau apa yang sedang kita bicarakan lebih banyak dari satu kalimat pada suatu saat. Dalam istilah-istilah teknis, ungkapan-ungkapan kedua atau ungkapan-ungkapan berikutnya disebut Anafor dan ungkapan awal disebut Anteseden. Adalah hal yang menarik memikirkan tentang referensi anaforik sebagai suatu proses kesinambungan untuk mengenali secara benar entitas yang sama seperti ditunjukkan oleh anteseden. Dalam beberapa kasus, bahwa suatu asumsi membuat perbedaan sedikit terhadap suatu penafsiran, tetapu dalam kasus itu dimana beberapa perubahan atau akibat diekspresikan, referensi anaforik harus ditafsirkan secara beda.
Kata ganti ‘nya’ digunakan dahulu dan kata ganti itu sulit diiterpretasikan sehingga frasa nomina lengkap disajikan. Pola ini secara teknis dikenal sebagai katafora, dan lebih tidak umum dibanding dengan anafora. Jika suatu penafsiran mengharuskan kita untuk mengenali suatu entitas, seperti dalam ‘masaklah selama tiga menit’, dan tidak ada ungkapan linguistik yang ada, penafsiran ini disebut Anafor Zero , atau Elipis. Kegunaan anafor zero sebagai suatu alat untuk menetapkan referensi secara jelas menciptakan suatu harapan yang memungkinkan seorang pendengar mampu menyimpulkan siapa atau apa yang dimaksudkan penutur untuk dikenali. Penafsiran ini juga merupakan kasus nyata lain dari lebih banyak yang disampaikan daripada yang dikatakan.
Pendengar juga diharapkan untuk membuat suatu jenis referensi yang lebih khusus apabila ungkapan-ungkapan anaforik tidak terikat dihubungkan secara linguistik dengan anteseden mereka.

Daftar Pustaka
Yule, George. 2014, Pragmatik. Yogyakarta : Celeban Timur UH III/548

No comments:

Post a Comment