Thursday, November 7, 2019

ANALISIS WACANA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA


BAB VIII
ANALISIS WACANA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

RESUME
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia

Semester 3

Dosen Pengampuh
M. Bayu Firmansyah, M.Pd


Disusun Oleh :
Alfa Julia (18188201008)


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
ANGKATAN 18 A
STKIP–STIT PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan 67118

A. ANALISIS PEMAKAIAN BAHASA
Mulai tahun 1994 Kurikulum Bahasa Indonesia telah secara eksplisit menyebutkan pendekatan komunikatif sebagai rancangan penyusunan yang notabene pengejaran bahasa Indonesia telah difokuskan pada fungsi komunikatif bahasa sebagai jiwa dari pragmatik. Sampai dengan KTSP 2006 pun unsur kekomunikatifan sebagai pendekatan tidak berubah. Pragmatik adalah studi bahasa dari sudut pemakaiannya atau bahasa dalam pemakainnya (laguage in use) (Levinson, 1983).

Analisis Wacana sebagai studi bahasa yang didasarkan pada pendekatan Pragmatik berarti mengkaji wacana bahasa dalam pemakaiannya berdasarkan konteks situasinya. Wacana yaitu suatu kontruksi yang terdiri tas kalimat yang satu diikuti oleh kalimat lain, yang merupakan suatu keutuhan kontrksi dan makna (Samsuri, 1986). Analisis wacana pada dasarnya ingin menganalisis dan menginterpretasi pesan yang dimaksud pembicara tahu penulis dengan cara merekontruksi teks sebagai produk ujaran/tulisan kepada proses ujaran/tulisan sehingga diketahui segala konteks yang mendukung wacana pada saat diujarkan/dituliskan.

B. PEMAHAMAN TEKS
Pada waktu kita menganalisis wacana sesungguhnya yang dianalisis adalah sebuah teks. Ada 7 syarat kewacanaan suatu teks (Samsuri, 1986) yaitu (a) kohesi adalah komponen satu berhubungan dengan komponen yang lain, (b)  koherensi yaitu cara bagaimana komponen-komponen wacana yang berupa konfigurasi konsep dan hubungan menjadi relevan dan saling mengikat, (c) intersionalitas yaitu sikap penghasil wacana agar perangkat kejadian-kejadian membentuk sarana teks yang bersifat kohesif maupun koheren dalam melaksanakan keingingann penghasil, (d) akseptabilitas sutu wacana menunjukkan seberapa besar keberterimaan wacana bagi penerima wacana, (e) informativitas yaitu sebagai besar suatu wacana berkadar informasi bagi penerima wacana, (f) situasionalitas yaitu faktor-faktor yang menyebabkan suatu wacana relevan dengan situasi yang sedang berlangsung, dan (g) keinterwacanaan yaitu segala hal yan berurusan dengan faktor-faktor yang menyebabkan penggunaan wacana yang satu bergantung pada pengetahuan tentang satu wacana atau lebih yang ditemui sebelumnya.

Kewacaan suatu teks akan membantu peneliti untuk menginterpretasi siapa, kapan, situasi semacam apa serta apa maksud wacana tersebut. Alat interpretasi wacana sesungguhnya merupakan alat pembangunan pada sat menghasilkan wacana.

C. PERANAN KONTEKS SITUASI DALAM INTERPRETASI WACANA
Dalam kaitan dengan hal ini, perlu diperhatikan adalah (1) referensi pada pandangan lama adalah hubungan antara kata dengan bendanya, (2) praanggapan adalah apa yang dianggap oleh pembicara menjadi dasar pemahaman bersama; implikatur digunakan dengan maksud apakah pembicara dapat membayangkan, mengingatkan atau mengartikan secara berbeda yang dinyatakan oleh pembicara secara literal (Trice, 1975 dalam Brown 1985; 31); inferensi yaitu alat untuk mengambil kesimpulan, (3) konteks situasi yaitu segala situasi yang dapat melingkupi suatu ujaran dan dapat menentukan maksud, (4) ko-teks adalah kalimat yang sebelum atau sesudah ujaran untuk membantu interpretasi suatu ujaran. dan (5) interpretasi lokal adalah interpretasi berupa prinsip yang mengganjurkan kepada pendengar untuk menyusun konteks yang lebih luas daripada yang diperlukan untuk sampai pada.

D. TOPIK DAN REPRESENTASI ISI WACANA
Topik dalam suatu wacana tidak sama dengan topik dalam suatu kalimat. Terkadang topik yang dibicarakan masih berhubungan, tetapi pembicara sering mengangkat permasalahan pembicaraan sendiri-sendiri. Hal semacam ini disebut on a topic. Dalam analisis wacana bila menghadapi percakapan dua orang atau lebih yang harus diperhatikan adalah saat terjadinya perubahan dari topik pembicaraan ditandai dengan paragraf sedang dalam percakapan dinamakan paraton (perubahan pola infomasi).

E. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Apabila suatu kalimat memiliki keruntutan hubungan struktur antar kalimat, kalimat tersebut disebut kohesif. Jadi, kohesif adalah keruntutan hubungan antar kalimat. Kohesi juga terdapat dalam suatu kalimat/sepotong ujaran. Hubungan kekohesifan suatu ujaran yang masih berada dalam suatu teks dinamakan endofora.

Pertalian mata rantai (proposisi) satu dengan yang lain dalam suatu wacana ada beberapa jenis, yaitu: a) dengan hal penghubung dan b) tanpa menggunakan kata penguhubung. Hasil pertalinya juga bisa terjadi dalam beberapa bentuk : 1) kohesif sekaligus koheren, 2) kohesif tidak koheren, 3) tidak kohesif tetapi koheren. Cara lain untuk memahami isi informasi dan melihat tingkat kekoherensian suatu wacana, yaitu 1) prinsip analogi, 2) interpretasi lokal, 3) ciri umum konteks, 4) keteraturan kerangka struktur wacana, dan 5) ciri-ciri tetap suatu organisasi struktur informasi.

F. IMPLIKASI AW DALAM PBI
Kegiatan pengajaran Bahasa setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a) proses pengajaran dan b) tujuan yang akan dicapai.  Proses pengajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi antar patisipan, yaitu antara guru dengan murid. Guru menyampaikan pesan berupa materi pelajaran kepada murid dalam bentuk wacana. Bahasa yang dipakai guru bukanlah Bahasa yang bebas tetapi Bahasa yang di bangun dengan mempergunakan alat pembangun wacana agar mudah dimengerti murid.
            Murid sebagai partisipan yang akan menangkap pesan yang disampaikan oleh guru dengan cara menginterpretasi ujaran guru. Mereka mencoba memahami maksud guru dengan  cara merekonstruksi ujaran pikirannya. Murid hanya akan mmpu mengkap maksud yang terdapat dalam ujaran secara tepat apabila mampu menghadirkan kembali alat-alat pembangun wacana yang dipakai oleh guru menjadi alat interpretasi.
            Segi lain dalam pengajaran Bahasa yang terpenting adalah tujuan yang akan dicapai. Guru merumuskan tujuan pengajaran untuk murid, dengan demikian pada bagian ini tindakan guru mengatas namakan murid. Murid sebagai orang yang belajar seharusnya mereka mengerti apa yang harus dicapai agar segala kegiatan yang dilakukan senantiasa mengarah pada tujuan serta tidak ada perasaan terpakasa dalam berbuat. Di Indonesia, tugas ini diwakili oleh guru (c.q. Depdikbud) sehingga tujuan belajar pembelaja telah disipkan dalam bentuk paket sedang murid tinggal meraihnya. Apakah sesuai dengan keinginan belajar murid?
           Lepas dari sesuai tdaknya dengan kehendak murid (diandaikan sesuai), tujuan pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah adalah agar pembelajar teramil brbahasa baik secara lisan atau tertulis. Berdasarkan rumusan tujuan tersebut dapat ditarik kesimpulan agar murid dapat berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia sacara langsung atau tidak langsung.
            Dalam rangka mencapai tujuan tersebut analisis wacana memiliki peranan yang sangat besar. Karena kegiatan ini dilakukan di kelas, indikaor yang dapat ditunjuk adalah: 1) kurikulum berorientasi pada tujuan, 2) murid berkomunikasi dengan guru, murid akan mencapai tujuan, maka analisis wacana berperan sangat besar dalam pengajaran keterampilan menyimak dan membaca.
            Menyimak dimaksud agar murid dapat mendengar dan mengeri bunyi Bahasa yang diucapkan oleh guru, kemudian merangkap pesan. Keterampilan menyimak merupakan keterampilan reseptif lisan maka aktivitas murid berpusat ada teinga dan pikiran. Telinga menangkap bunyi, sedang pikiran merekonstruksi wacana yang diungkapkan oleh guru untuk menangkap pesan yang terkandung di dalamnya.
            Kegiatan menganalisis wacana pada hakikatnya menganalisis ujaran melalui proses berfikir. Ujaran mengandung pesan untuk disamapaikan kepada murid, murid menangkap bunyi melalui telinga kemudian mengolahnya dalam pikiran, untuk memperoleh pesan. Hal ini dilakukan dengan jalan mengenali jenis Bahasa yang dipergunakan oleh guru melalui rekonstrasi bangunan (Bahasa) yang yang dibuat oleh guru.
            Dengan demikian, apabila dikembalikan bahawa menyimak merupakan kegiatan berbahasa secara reseptif dalam berkomunikasi pendengar/pembaca tidak mungkin akan mennagkap pesan tanpa mengenali aspek-aspek konteks situasi, koherensi, implikatur, inferensi, referensi dan seterusnya.
            Membaca dimaksudkan untuk melafalkan bunyi yang tertulis kemudian mengkap gagasan yang terkandung dalam rangkaian bunyi. Tulisan sebagai produk berbahasa dimaksudkan untuk menyampaikan pesan kepada pembaca secara tidak langsung. Pembaca berusaha mewujudkan kembali proses penulisan melalui alat-alat interpretasi dengan maksud untuk menangkap pesan yang terkandung dalam tulisan.
Kalau hakikat membaca adalah melafalakan bunyi dengan maksud untuk menangkap pesan, analisis wacana berperan dalam usaha menagkap pesan. Pesan penulis terkandung dalam bahsa tulis terususun secara sistematis berdasarkan kaidah Bahasa dan tata tulis, setidaknya menurut kemampuan penulis, pesan bsa termuat secara hierarkis anatara pesan pokok, pesan penjelas, ilustrasi dan contoh contoh. Wujud lisan tidak terlepas dari presepsi penlis terhadap objek/masalahyang dihadapi, dengan demikian pembaca tidak mungkin hanya melafalkan tulisan kemudian dapat mennagkap pesan.
            Aktivitas membaca kiranya juga tersusun secara hierarkhis pula, yatu dari melafalkan bunyu (membaca tulisan), melafalakan bunyi untuk menangkap makna tersurat melafalkan bunyi untuk menangkap makna tersirat, melafalkan bunyi untuk menangkap latar belakang budaya penulis mengapa ia memiliki presepsi tertentu terhadap objek atau masalah sehingga berbeda dengan prsepsi penulis lain. Pada hierarki terakhir itulah analisis wacana diperlukan. Pembaca harus mampu mereknstruksi kembali kohesi, koherensi, ko-teks, implikatur, inferensi, praanggapan dan sebagainya yang mungkin melingkupi proses terjadinya tulisan.
Rekonstruksi terjadinya tulisan perlu diungkapkan kembali karena pesan sesungguhnya yang terkandung dalam sebuah bacaan tidak sekadar yang tertulis tetapi rangkaian maknaya yang ada dibalik makna yang tersirat itulah pesan yang sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Pranowo. 2015, Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Belajar

No comments:

Post a Comment