BAB VIII
ANALISIS WACANA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
RESUME
Diajukan untuk memenuhi
Tugas Mata Kuliah
Metode Pembelajaran Bahasa
Indonesia
Semester 3
Dosen Pengampuh
M. Bayu Firmansyah, M.Pd
Disusun Oleh :
Alfa Julia (18188201008)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA
DAN SASTRA INDONESIA
ANGKATAN 18 A
STKIP–STIT PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan 67118
A. ANALISIS PEMAKAIAN BAHASA
Mulai tahun 1994
Kurikulum Bahasa Indonesia telah secara eksplisit menyebutkan pendekatan
komunikatif sebagai rancangan penyusunan yang notabene pengejaran bahasa
Indonesia telah difokuskan pada fungsi komunikatif bahasa sebagai jiwa dari
pragmatik. Sampai dengan KTSP 2006 pun unsur kekomunikatifan sebagai pendekatan
tidak berubah. Pragmatik adalah studi bahasa dari sudut pemakaiannya atau
bahasa dalam pemakainnya (laguage in use)
(Levinson, 1983).
Analisis Wacana
sebagai studi bahasa yang didasarkan pada pendekatan Pragmatik berarti mengkaji
wacana bahasa dalam pemakaiannya berdasarkan konteks situasinya. Wacana yaitu
suatu kontruksi yang terdiri tas kalimat yang satu diikuti oleh kalimat lain,
yang merupakan suatu keutuhan kontrksi dan makna (Samsuri, 1986). Analisis wacana
pada dasarnya ingin menganalisis dan menginterpretasi pesan yang dimaksud
pembicara tahu penulis dengan cara merekontruksi teks sebagai produk
ujaran/tulisan kepada proses ujaran/tulisan sehingga diketahui segala konteks
yang mendukung wacana pada saat diujarkan/dituliskan.
B. PEMAHAMAN TEKS
Pada waktu kita
menganalisis wacana sesungguhnya yang dianalisis adalah sebuah teks. Ada 7
syarat kewacanaan suatu teks (Samsuri, 1986) yaitu (a) kohesi adalah komponen
satu berhubungan dengan komponen yang lain, (b)
koherensi yaitu cara bagaimana komponen-komponen wacana yang berupa
konfigurasi konsep dan hubungan menjadi relevan dan saling mengikat, (c)
intersionalitas yaitu sikap penghasil wacana agar perangkat kejadian-kejadian
membentuk sarana teks yang bersifat kohesif maupun koheren dalam melaksanakan
keingingann penghasil, (d) akseptabilitas sutu wacana menunjukkan seberapa
besar keberterimaan wacana bagi penerima wacana, (e) informativitas yaitu
sebagai besar suatu wacana berkadar informasi bagi penerima wacana, (f)
situasionalitas yaitu faktor-faktor yang menyebabkan suatu wacana relevan
dengan situasi yang sedang berlangsung, dan (g) keinterwacanaan yaitu segala
hal yan berurusan dengan faktor-faktor yang menyebabkan penggunaan wacana yang
satu bergantung pada pengetahuan tentang satu wacana atau lebih yang ditemui
sebelumnya.
Kewacaan suatu teks
akan membantu peneliti untuk menginterpretasi siapa, kapan, situasi semacam apa
serta apa maksud wacana tersebut. Alat interpretasi wacana sesungguhnya
merupakan alat pembangunan pada sat menghasilkan wacana.
C. PERANAN KONTEKS SITUASI DALAM INTERPRETASI
WACANA
Dalam kaitan dengan
hal ini, perlu diperhatikan adalah (1) referensi pada pandangan lama
adalah hubungan antara kata dengan bendanya, (2) praanggapan adalah apa
yang dianggap oleh pembicara menjadi dasar pemahaman bersama; implikatur digunakan
dengan maksud apakah pembicara dapat membayangkan, mengingatkan atau
mengartikan secara berbeda yang dinyatakan oleh pembicara secara literal (Trice,
1975 dalam Brown 1985; 31); inferensi yaitu alat untuk mengambil
kesimpulan, (3) konteks situasi yaitu segala situasi yang dapat
melingkupi suatu ujaran dan dapat menentukan maksud, (4) ko-teks adalah
kalimat yang sebelum atau sesudah ujaran untuk membantu interpretasi suatu
ujaran. dan (5) interpretasi lokal adalah interpretasi berupa prinsip
yang mengganjurkan kepada pendengar untuk menyusun konteks yang lebih luas
daripada yang diperlukan untuk sampai pada.
D. TOPIK DAN REPRESENTASI ISI WACANA
Topik dalam suatu
wacana tidak sama dengan topik dalam suatu kalimat. Terkadang topik yang
dibicarakan masih berhubungan, tetapi pembicara sering mengangkat permasalahan
pembicaraan sendiri-sendiri. Hal semacam ini disebut on a topic. Dalam analisis wacana bila menghadapi percakapan dua
orang atau lebih yang harus diperhatikan adalah saat terjadinya perubahan dari
topik pembicaraan ditandai dengan paragraf sedang dalam percakapan dinamakan paraton
(perubahan pola infomasi).
E. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Apabila suatu
kalimat memiliki keruntutan hubungan struktur antar kalimat, kalimat tersebut
disebut kohesif. Jadi, kohesif adalah keruntutan hubungan antar kalimat. Kohesi
juga terdapat dalam suatu kalimat/sepotong ujaran. Hubungan kekohesifan suatu
ujaran yang masih berada dalam suatu teks dinamakan endofora.
Pertalian mata
rantai (proposisi) satu dengan yang lain dalam suatu wacana ada beberapa jenis,
yaitu: a) dengan hal penghubung dan b) tanpa menggunakan kata penguhubung. Hasil
pertalinya juga bisa terjadi dalam beberapa bentuk : 1) kohesif sekaligus
koheren, 2) kohesif tidak koheren, 3) tidak kohesif tetapi koheren. Cara lain
untuk memahami isi informasi dan melihat tingkat kekoherensian suatu wacana,
yaitu 1) prinsip analogi, 2) interpretasi lokal, 3) ciri umum konteks, 4)
keteraturan kerangka struktur wacana, dan 5) ciri-ciri tetap suatu organisasi
struktur informasi.
F. IMPLIKASI AW DALAM PBI
Kegiatan pengajaran
Bahasa setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a) proses
pengajaran dan b) tujuan yang akan dicapai.
Proses pengajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi antar
patisipan, yaitu antara guru dengan murid. Guru menyampaikan pesan berupa
materi pelajaran kepada murid dalam bentuk wacana. Bahasa yang dipakai guru
bukanlah Bahasa yang bebas tetapi Bahasa yang di bangun dengan mempergunakan
alat pembangun wacana agar mudah dimengerti murid.
Murid sebagai partisipan yang akan
menangkap pesan yang disampaikan oleh guru dengan cara menginterpretasi ujaran
guru. Mereka mencoba memahami maksud guru dengan cara merekonstruksi ujaran pikirannya. Murid
hanya akan mmpu mengkap maksud yang terdapat dalam ujaran secara tepat apabila
mampu menghadirkan kembali alat-alat pembangun wacana yang dipakai oleh guru
menjadi alat interpretasi.
Segi lain dalam pengajaran Bahasa
yang terpenting adalah tujuan yang akan dicapai. Guru merumuskan tujuan
pengajaran untuk murid, dengan demikian pada bagian ini tindakan guru mengatas
namakan murid. Murid sebagai orang yang belajar seharusnya mereka mengerti apa
yang harus dicapai agar segala kegiatan yang dilakukan senantiasa mengarah pada
tujuan serta tidak ada perasaan terpakasa dalam berbuat. Di Indonesia, tugas
ini diwakili oleh guru (c.q. Depdikbud) sehingga tujuan belajar pembelaja telah
disipkan dalam bentuk paket sedang murid tinggal meraihnya. Apakah sesuai
dengan keinginan belajar murid?
Lepas dari sesuai tdaknya dengan
kehendak murid (diandaikan sesuai), tujuan pengajaran Bahasa Indonesia di
sekolah adalah agar pembelajar teramil brbahasa baik secara lisan atau
tertulis. Berdasarkan rumusan tujuan tersebut dapat ditarik kesimpulan agar
murid dapat berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia sacara langsung atau
tidak langsung.
Dalam rangka mencapai tujuan
tersebut analisis wacana memiliki peranan yang sangat besar. Karena kegiatan
ini dilakukan di kelas, indikaor yang dapat ditunjuk adalah: 1) kurikulum
berorientasi pada tujuan, 2) murid berkomunikasi dengan guru, murid akan
mencapai tujuan, maka analisis wacana berperan sangat besar dalam pengajaran
keterampilan menyimak dan membaca.
Menyimak dimaksud agar murid dapat mendengar
dan mengeri bunyi Bahasa yang diucapkan oleh guru, kemudian merangkap pesan.
Keterampilan menyimak merupakan keterampilan reseptif lisan maka aktivitas
murid berpusat ada teinga dan pikiran. Telinga menangkap bunyi, sedang pikiran
merekonstruksi wacana yang diungkapkan oleh guru untuk menangkap pesan yang
terkandung di dalamnya.
Kegiatan menganalisis wacana pada
hakikatnya menganalisis ujaran melalui proses berfikir. Ujaran mengandung pesan
untuk disamapaikan kepada murid, murid menangkap bunyi melalui telinga kemudian
mengolahnya dalam pikiran, untuk memperoleh pesan. Hal ini dilakukan dengan
jalan mengenali jenis Bahasa yang dipergunakan oleh guru melalui rekonstrasi
bangunan (Bahasa) yang yang dibuat oleh guru.
Dengan demikian, apabila
dikembalikan bahawa menyimak merupakan kegiatan berbahasa secara reseptif dalam
berkomunikasi pendengar/pembaca tidak mungkin akan mennagkap pesan tanpa
mengenali aspek-aspek konteks situasi, koherensi, implikatur, inferensi,
referensi dan seterusnya.
Membaca dimaksudkan untuk
melafalkan bunyi yang tertulis kemudian mengkap gagasan yang terkandung dalam
rangkaian bunyi. Tulisan sebagai produk berbahasa dimaksudkan untuk
menyampaikan pesan kepada pembaca secara tidak langsung. Pembaca berusaha
mewujudkan kembali proses penulisan melalui alat-alat interpretasi dengan
maksud untuk menangkap pesan yang terkandung dalam tulisan.
Kalau hakikat
membaca adalah melafalakan bunyi dengan maksud untuk menangkap pesan, analisis
wacana berperan dalam usaha menagkap pesan. Pesan penulis terkandung dalam
bahsa tulis terususun secara sistematis berdasarkan kaidah Bahasa dan tata
tulis, setidaknya menurut kemampuan penulis, pesan bsa termuat secara hierarkis
anatara pesan pokok, pesan penjelas, ilustrasi dan contoh contoh. Wujud lisan
tidak terlepas dari presepsi penlis terhadap objek/masalahyang dihadapi, dengan
demikian pembaca tidak mungkin hanya melafalkan tulisan kemudian dapat
mennagkap pesan.
Aktivitas membaca kiranya juga
tersusun secara hierarkhis pula, yatu dari melafalkan bunyu (membaca tulisan),
melafalakan bunyi untuk menangkap makna tersurat melafalkan bunyi untuk
menangkap makna tersirat, melafalkan bunyi untuk menangkap latar belakang budaya
penulis mengapa ia memiliki presepsi tertentu terhadap objek atau masalah
sehingga berbeda dengan prsepsi penulis lain. Pada hierarki terakhir itulah
analisis wacana diperlukan. Pembaca harus mampu mereknstruksi kembali kohesi,
koherensi, ko-teks, implikatur, inferensi, praanggapan dan sebagainya yang
mungkin melingkupi proses terjadinya tulisan.
Rekonstruksi
terjadinya tulisan perlu diungkapkan kembali karena pesan sesungguhnya yang
terkandung dalam sebuah bacaan tidak sekadar yang tertulis tetapi rangkaian
maknaya yang ada dibalik makna yang tersirat itulah pesan yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Pranowo. 2015, Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta:
Pustaka Belajar
No comments:
Post a Comment